BANDA ACEH | ACEH INFO – Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud, menilai Presiden RI Joko Widodo berani dan tegas dalam penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu. Pengakuan tersebut juga dinilai sebagai sebuah komitmen untuk perubahan, dan menjamin peristiwa pelanggaran HAM berat tidak terulang kembali di Indonesia.
“Presiden berani dan tegas dalam penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh dan daerah-daerah lain di Indonesia,” kata Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia (PYM) Tgk. Malik Al Haythar, usai mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD di Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis, 19 Januari 2023.
Pernyataan tersebut kemudian dikutip Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe, M Nasir Syamaun dalam siaran tertulis seperti yang diterima acehinfo.id.
Pada pertemuan tersebut, Menkopolhuka didampingi Mayjen TNI Djaka Budi Utama selaku Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenkopolhukam. Selain itu, Mahfud MD juga didampingi Ajar Budi Kuncoro selaku staf khusus Menkopolhukam RI.
Sementara Wali Nanggroe didampingi Mustafa Abu Bakar (Anggota TPP HAM) dan DR. M. Raviq (Staf Khusus Wali Nanggroe).
Wali Nanggroe dalam pertemuan tersebut turut menyampaikan harapan agar ada tindaklanjut secara menyeluruh dari negara terhadap berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh, seperti tragedi Tgk. Bantaqiah di Nagan Raya dan Jembatan Arakundo di Aceh Timur.
Wali Nanggroe juga meminta agar Pemerintah Pusat segera menyelesaikan secara menyeluruh implementasi MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).
Mahfud MD menyatakan sepakat dengan penyampaian Wali Nanggroe. Ia mengatakan akan segera mempelajari dan menindaklanjuti apa yang telah disampaikan Wali Nanggroe, agar penguatan perdamaian, dan keadilan ekonomi bagi Aceh dapat segera terwujud.
Seperti diketahui, pada Rabu pekan lalu, Presiden Jokowi mengadakan konfrensi pers di Istana Merdeka terkait 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di Indonesia. Tiga diantaranya merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh.
Baca: Ini Pelanggaran HAM Berat di Aceh yang Diakui Jokowi, yang Lain Gimana?
Tiga kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh antara lain adalah serangkaian pembunuhan yang dilakukan tentara di Rumoh Geudong di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie selama penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh hingga 1998. Pos statis yang dihuni Pasukan Khusus TNI-AD Kopassus itu menjadi salah satu tempat pembantaian warga yang dianggap berafiliasi dengan GAM.
Kedua kasus Pelanggaran Berat HAM yang diakui negara dan terjadi di Aceh adalah peristiwa pembantaian warga di Simpang KKA, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara pada tahun 1998. Saat itu tentara menembak warga sipil yang berunjuk rasa, secara membabi buta yang mengakibatkan ratusan nyawa melayang.
Pembantaian ketiga yang diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat yakni tragedi Jambo Keupok Aceh, di Aceh Selatan pada tahun 2003. Peristiwa ini terjadi di Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan, dimana puluhan penduduk desa itu dibunuh secara brutal oleh tentara.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara Republik Indonesia, mengakui pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat,” kata Jokowi dalam konferensi pers tersebut.[]