25.4 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Serahkan Draft Revisi UUPA, Tim USK: Penyerahan Wewenang Tidak Boleh Bersyarat

BANDA ACEH | ACEH INFO – Narasi pasal demi pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh atau UUPA kerap ditemui frasa-frasa yang dikunci berdasarkan norma standar terutama terkait item penyerahan wewenang. Hal ini menyebabkan pasal-pasal terkait kewenangan tersebut tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena terbentur dengan aturan yang lebih tinggi dan sebagainya.

Hal tersebut merupakan sorotan yang disampaikan Tim Penyusun Naskah Akademik dari Universitas Syiah Kuala (USK), saat menyerahkan draft revisi UU PA kepada DPR Aceh, pada Senin, 31 Oktober 2022 malam. Pandangan tersebut dibacakan oleh Juru Bicara Tim USK, Prof Dr Faisal A Rani yang juga masuk dalam tim penyusun naskah akademik revisi UU PA.

“Selalu dikunci dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Ini menjadi hambatan kita (dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan-red),” kata  Prof Faisal A Rani.

Dia menilai norma, standar dan prosedur hukum di dalam beberapa pasal UUPA turut menerapkan asas-asas hukum di dalamnya. Sehingga, menurut Prof Faisal, UU tersebut menjadi tergerogoti atau tereliminir dengan berlakunya UU baru.

“Ini yang menjadi hambatan di dalam pelaksanaan, begitu kita ingin melaksanakan, itu selalu diuji dengan sistem hukum nasional. Karena itu keberadaan UU Pemerintah Aceh di dalam sistem hukum nasional, tidak bisa kita baca tunggal. Dia harus dibaca sistem hukum nasional berdasarkan diversitas hukum, di dalamnya terdapat berbagai sumber hukum,” tambah Prof Faisal.

Selain itu, kata Prof Faisal, Tim USK juga berupaya menempatkan UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh sebagai subsistem dari sistem hukum nasional. Hal ini berbanding terbalik dengan posisi UU tersebut pada masa awal penyusunannya.

“Kalau kita menempatkan dia sebagai sistem hukum nasional, (UU) ini seperti  tidak punya makna apa-apa,” ungkap Prof Faisal A Rani.

Dia mengatakan banyak persoalan yang dihadapi ketika UU RI No 11/2006 diterapkan sebagai sistem hukum nasional.

Pemahaman tersebut, menurut Prof Faisal baru berlaku sekarang dan beda konteks saat UU PA disusun pada tahun 2006 lalu. Pada masa penyusunan awal, UU PA ditempatkan sebagai sistem hukum nasional. “Tetapi begitu kita terapkan, kita hadapi berbagai persoalan, norma hukum, tereliminir,” kata Prof Faisal.

Selanjutnya, Tim Penyusun Naskah Akademik dari USK juga mengkaji tentang asas hukum. Dalam asas hukum diketahui undang-undang yang lebih tinggi menghapus undang-undang yang lebih rendah. “Undang-undang yang spesial menghapus undang-undang yang umum, undang-undang yang baru menghapus undang-undang yang lama,” kata Prof Faisal.

Dari beberapa persoalan itulah kemudian membuat Tim USK berharap adanya penghapusan frasa-frasa di dalam beberapa pasal yang berbunyi “sesuai dengan aturan perundang-undangan.” Frasa tersebut, menurut Tim USK, sangat mengganggu dalam pelaksanaan Undang-Undang Pemerintah Aceh.

“Dalam pandangan kami, penyerahan wewenang tidak boleh bersyarat, kalau bersyarat, wewenang itu hampir dipastikan tidak bisa dijalankan dengan baik,” papar Prof Faisal.

Prof Faisal dalam presentasinya turut menyampaikan beberapa pasal dalam UU PA yang menjadi catatan Tim USK untuk direvisi. Dia mencontohkan seperti Pasal 7, Pasal 67 terkait dengan masalah pejabat, Pasal 160, Pasal 165, Pasal 181, Pasal 183, Pasal 194, Pasal 235, Pasal 251, dan penambahan Pasal 254. Meskipun demikian, Prof Faisal mengakui tidak banyak yang diubah dalam revisi UU PA versi USK.

“Kalau kita mengajukan banyak sekali (perubahan), nanti bukan UU ini direvisi, tetapi dicabut. Kita tahu suasana geopolitik yang pada saat UU ini ditetapkan dengan (kondisi) sekarang, jauh berbeda di DPR RI,” ungkap Prof Faisal.

Prof Faisal mengakui banyak pasal di dalam UU PA yang bermasalah, tetapi sejauh ini menurutnya belum mengganggu sistem Pemerintahan Aceh. “Kalau semua kita sentuh, ini bukan perubahan lagi, pencabutan nanti,” tegasnya lagi.

Hadir dalam presentasi dan penyerahan naskah akademik tersebut Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan.,IPU. Ikut hadir dalam presentasi ini Dr Ria Fitri, SH, M.Hum, Husni Jalil, Teuku Kamaruzzaman, dan Sanusi Bintang.

Presentasi draft revisi UUPA ini turut dihadiri sejumlah akademisi, pakar hukum, dan politisi di Aceh. Hadir pula anggota DPR Aceh dari lintas fraksi yang turut memberi masukan dalam presentasi tersebut.

Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri atau akrab disapa Pon Yaya menyebutkan, penyerahan naskah akademik dan presentasi draft revisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat-rapat yang pernah digelar Tim Advokasi UU PA. Dia mengatakan meski sudah ada draft yang disiapkan, tetapi DPR Aceh masih membuka ruang bagi masyarakat Aceh untuk memberi masukan-masukan terhadap pasal-pasal di dalam UU PA yang dianggap melemahkan kewenangan daerah tersebut.

“Nanti setelah ada sosialisasi di daerah-daerah, maka akan kita finalisasi lagi di DPR Aceh,” kata Saiful Bahri. “Jadi ini belum final, ini masih draft sementara,” kata Saiful Bahri lagi.

Selain itu, kata Saiful Bahri, kewenangan merevisi Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006 berada di DPR RI. Sementara DPR Aceh, menurut Saiful Bahri, hanya membuat Daftar Isian Masalah (DIM) tentang hal apa saja yang dianggap tidak sesuai dengan kewenangan dan butir-butir perjanjian damai di Helsinki lalu.

“Kita bersama-sama telah menjumpai DPR RI untuk mempertanyakan tujuan revisi UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Apakah untuk memperkuat kewenangan Aceh atau justru sebaliknya,” kata Saiful Bahri yang turut mengajak semua pihak untuk terlibat dan menyebutkan bahwa upaya ini tidak didasari atas keinginan satu partai politik semata.

Dalam pertemuan dengan Banleg DPR RI, kata Saiful Bahri, pihaknya mendapat masukan positif terkait wacana merevisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Menurut pengakuan Banleg DPR RI, mereka berkeinginan agar Aceh maju dan mendapat kewenangan seperti yang disepakati dalam MoU Helsinki.

“Menurut keterangan dari Banleg DPR RI, maka itulah diharapkan partisipasi penuh dari semua anggota DPR Aceh dan masyarakat Aceh. Lantaran Banleg DPR RI meminta bantuan tersebut, maka kita penuhi untuk membuat naskah akademik dan draft revisi UU PA sesuai keinginan rakyat Aceh,” kata Pon Yaya yang turut didampingi Wakil Ketua Dalimi dan Ketua Banleg Mawardi atau Teungku Adek.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS