BANDA ACEH | ACEH INFO – PT Medco E&P Malaka dan Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) diminta untuk menghormati putusan hakim tingkat pertama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas dugaan perbuatan melawan hukum telah memasang saluran gorong-gorong pembuangan air/cairan kotor/limbah.
PT Medco E&P Malaka serta BPMA juga diminta agar taat hukum dalam pengelolaan gas di Aceh, khususnya blok A Malaka yang terletak di Gampong Blang Nisam, Kecamatan Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur.
“Sehingga perbuatan melawan hukum sebagaimana putusan PN Jakarta Selatan nomor 62/pdt.g/2020/pn.jkt.sel tertanggal 21 Februari 2022 tidak terulang kembali,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Shalihin dalam siaran pers yang diterima acehinfo.id, Selasa, 17 Mei 2022 malam.
Kendati masih dalam upaya hukum banding, kata Direktur WALHI Aceh, putusan tersebut menjadi indikator catatan buruk bagi PT Medco E&P Malaka dan BPMA dalam pengelolaan sumber daya alam gas di Aceh.
Putusan ini keluar setelah sebelumnya warga setempat bersama empat kuasa hukum menggugat PT Medco E&P Malaka Satuan Kerja Khusus (SKK) pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (Migas), dan BPMA atas dugaan perbuatan melawan hukum secara sengaja dan terencana.
Perusahaan tersebut digugat lantaran telah memasang saluran gorong-gorong pembuangan air/cairan kotor/limbah dengan diameter kurang lebih 1,5 meter dan menanamnya melintasi bagian bawah. Sehingga ujung pembuangan pipa mengarah langsung ke lahan milik warga, yang menyebabkan kerugian materil dan inmateril.
“Atas gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan tuntutan tersebut dan menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugat,” tegasnya.
WALHI Aceh menilai, putusan PN Jakarta Selatan ini menjadi catatan buruk dan lalai dalam melakukan pengawasan pengelolaan Migas di Aceh. Hal ini sebagaimana pelimpahan kewenangan dari satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas), sesuai Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2015.
“Tentunya kasus ini menjadi pintu masuk bagi Gubernur Aceh dan DPRA untuk melakukan evaluasi kinerja BPMA,” jelas Ahmad Shalihin.
Dia menyebutkan, kasus ini turut membuktikan bahwa BPMA belum menjalankan tugasnya dengan baik, yang dalam misi utamanya adalah mengedepankan pertumbuhan investasi industri hulu migas yang prospektif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
Menurutnya jika kasus serupa terulang kembali, tidak hanya terdampak terhadap wilayah kelola rakyat sebagai sumber perekonomian warga, juga berdampak serius terhadap lingkungan hidup yang ada di lingkungan izin PT Medco E&P Malaka.
Hal itu turut berdampak pada kerugian ekologi, dan menurut Ahmad Shalihin akan menjadi masalah serius.
WALHI Aceh berharap dalam upaya banding di Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Selatan akan memberikan putusan dengan memperkuat putusan tingkat pertama serta mengabulkan tuntutan kerugian materil dan inmateril.
Sehingga kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi PT Medco E&P Malaka, satuan kerja khusus pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas), dan BPMA.[]
EDITOR: BOY NASHRUDDIN AGUS