BANDA ACEH | ACEH INFO — Penjabat (Pj) Gubernur Aceh Achmad Marzuki berharap agar Majelis Adat Aceh (MAA) bisa menciptakan program-program menarik dan mengasyikkan dalam memperkenalkan adat Aceh kepada generasi muda, terutama kaum milenial.
Hal itu disampaikan Achmad Masrzuki dalam sambutannya yang dibacakan Wakil Ketua I MAA Provinsi Aceh, Tgk Yusdedi pada pembukaan Rapat Kerja (Raker) MAA Provinsi Aceh tahun 2003, Rabu, 15 Maret 2022 di Grand Nanggroe Hotel.
“Ciptakan program yang menarik, baik melalui kegiatan seni, olahraga tradisional dan festival budaya. Dengan demikian, generasi muda dapat terlibat aktif dalam melestarikan adat Aceh tanpa merasa terbebani oleh norma yang kaku dan ketinggalan zaman,” ujarnya.
Selain itu kata Achmad Marzuki, MAA juga perlu memikirkan bagaimana memakmurkan meunasah dan menghidupkan lembaga-lembaga adat yang sudah tertuang dalam Qanun Aceh, seperti pawang glee, haria peukan, peutua seuneubok, dan keujruen blang.
“Konsep ini perlu dipikirkan dengan matang agar dapat diimplementasikan secara nyata. Oleh sebab itu, saya ingin mengajak kita semua, terutama para peserta rapat kerja ini, untuk berpikir lebih jauh dan memberikan saran-saran lain yang dianggap relevan terhadap MAA,” tambahnya.
Menurut Achmad Marzuki, adat Aceh merupakan warisan bersama yang sudah seharusnya dilestarikan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga dapat dipastikan bahwa bahwa kebesaran adat Aceh terus berlanjut dan memberikan manfaat bagi masyarakat Aceh secara keseluruhan.
Achmad Marzuki juga berharap Raker MAA Provinsi Aceh tahun 2023 dapat dapat membawa dampak signifikan bagi kelestarian adat Aceh. Ia menegaskan, adat Aceh adalah bagian tak terpisahkan dari kebijakan Pemerintah Aceh, serta telah dijadikan sebagai visi misi pembangunan daerah. Adat Aceh juga diilhami dan sejala dengan syariat Islam, sehingga tidak boleh ada pembenturan antara adat dengan Islam.
“Sejak dulu hingga sekarang, adat Aceh yang multicultural telah memberikan pengaruh kuat pada kehidupan masyarakat. Adat tetap menjadi pijakan utama dalam membentuk norma dan etika dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh, serta menjadi alat penting dalam melahirkan kebersamaan dan saling menghormati antar sesama,” tambahnya.
Namun Achmad Marzuki menyayangkan dewasa ini banyak generasi muda Aceh tidak lagi tertarik untuk mengenali adat istiadatnya. Namun generasi muda juga tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam hal tersebut karena hidup di era digital yang memiliki dampak positif dan negatif dalam kehidupan.
“Generasi muda Aceh saat ini terancam oleh kejahatan perdagangan manusia, perundungan, kekerasan seksual, narkoba, tawuran, dan lain sebagainya. Maka, kita berharap MAA dapat memberikan solusi untuk melindungi generasi muda Aceh dari ancaman tersebut,” harapnya.
Di sisi lain, kata Achmad Marzuki, sebagai lembaga yang bertugas memperkuat peran hukum adat dalam kehidupan masyarakat Aceh, penting bagi MAA untuk memahami bahwa generasi milenial memiliki kebutuhan dan minat yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Selain itu, adat Aceh bukanlah norma yang kaku dan pasif, tetapi dinamis dan selalu berkembang sejalan dengan semangat orang Aceh yang ingin menuju perbaikan hidup yang lebih baik.[]