Presiden Soekarno menolak makan sebelum rakyat Aceh memenuhi keinginannya, membeli sebuah pesawat untuk kebutuhan diplomasi Republik Indonesia.
Di sudut barat daya lapangan Blangpadang, Kota Banda Aceh, monument pesawat Dakota Seulawan RI 001 menyisakan banyak cerita. Meski monument itu hanya sebuah replika, tapi penuh sejarah di dalamnya. Sejarah bermula ketika Presiden Soekarno datang ke Aceh sebuah pesawat carteran. Siang 15 Juni 1948 pukul 12.45 waktu Aceh, pesawat yang dipiloti oleh Robert Earl Freeberg asal Amerika Serikat mendarat di lapangan terbang Lhoknga, Aceh Besar, markas pasukan Divisi Rencong.
Usai memberikan kuliah umum dan pidato politiknya kepada kaum perempuan Aceh di Atjeh Bioskop pada 16 Juni 1948, pukul 14.00 siang Presiden Sokerno dijamu makan di Aula Atjeh Hotel di sisi selatan Masjid Raya Baiturrahman oleh Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida).
Baca Juga: Jejak Atjeh Bioscoop Dalam Fragmen Sejarah
Dalam pertemuan itu Presiden Soekarno meminta rakyat Aceh untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, karena Aceh sebagai satu-satunya daerah di Indonesia yang tidak bisa dimasuki oleh tentara Sekutu/NICA pada agresi kedua, merupakan modal untuk mempertahankan Republik Indonesia. Soekarno meminta kepada tokoh masyarakat Aceh untuk memberikan dukungan moril maupun materil.
Sebelum makan malam Presiden Soekarno meminta kepada masyarakat Aceh untuk membeli sebuah pesawat terbang untuk kebutuhan perjuangan kemerdekaan. Soekarno menolak makan jika keinginannya itu tidak dipenuhi. “Saya tidak makan malam ini, kalau dana untuk itu belum terkumpul.”
Menghadapi sikap Soekarno itu, para saudagar dan tokoh masyarakat Aceh saling melirik, siapa yang harus memulai. Tanggapan pertama ternyata datang dari Ketua Gasida, Muhammad Djuned Joeseof. Demi Soekarno mau makan malam dalam jamuan itu, para saudagar Aceh dalam waktu itu juga berhasil mengumpulkan dana 12.000 dolar dan 20 kilogram emas.
Baca Juga: Solidaritas Dunia di Taman Aceh Thanks to the World
Dana yang terkumpul itu cukup untuk membeli dua pesawat terbang jenis Dakota. Dalam sumbangan itu sudah termasuk sumbangan dari Residen Aceh Teuku Muhammad Daudsyah dan Wakil Residen Aceh Teuku Muhammad Ali Panglima Polem.
Tapi dari jumlah dana yang terkumpul itu pemerintah hanya membeli satu pesawat. Presiden Soekarno menamai pesawat itu “Seulawah RI-001” nama sebuah gunung antara Kabupaten Pidie dan Aceh Besar. Nama Seulawah ditebalkan pada pesawat itu sebagai penghormatan kepada sumbangan masyarakat Aceh.
Sisa dana itu kemudian digunakan untuk membiayai diplomasi para wakil Indonesia di luar negeri, diantaranya duta Indonesia di Singapura, Penang, India, Manila, perwakilan Indonesia di PBB, membiayai perjalanan H Agus Salim ke Timur Tengah, serta untuk biaya para wakil Indonesia yang mengikuti konferensi Asia di New Delhi, India.
Baca Juga: Hutan Kota Tibang Objek Wisata Alternatif di Sudut Banda
Presiden Soekarno juga menyampaikan pidato singkat di hadapan saudagar dan pejabat Aceh. Ia menegaskan bahwa saudagar-saudagar sebagai tonggak ekonomi bangsa, karena itu diminta untuk membantu usaha dan rancangan Pemerintah Pusat dalam pembangunan ekonomi.
Meski dalam pidatonya itu Soekarno menyatakan bahwa daerah-daerah lain telah menyanggupi untuk membelikan pesawat, sejarah kemudian mencatat bahwa hanya Aceh yang benar-benar membeli pesawat udara untuk pemerintah pusat. Sesuai janji Presiden Soekarno rakyat Aceh diberi hak untuk memberi nama pesawat terbang yang dibeli tersebut. Maka dinamailah pesawat Dakota itu Seulawah RI 001.
Pada 20 Juni 1948, beberapa saat sebelum rombongan Presiden Soekarno bertolak ke bandara Lhoknga untuk kembali ke Yogyakarta, dilakukan serah terima dana untuk pembelian dua pesawat bagi Republik Indonesia. Dana sumbangan rakyat Aceh itu dihimpun hanya dalam waktu empat hari oleh para pengusaha Aceh yang tergabung dalam Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) melalui Dakota Fond. Yayasan yang didirikan untuk menghimpun sumbangan dana pembelian pesawat Dakota yang diminta oleh Soekarno.
Penyerahan dana pembelian pesawat itu dilakukan pada pukul 09.00 pagi 20 Juni 1948 di rumah dinas Residen Aceh (kini pendopo Gubernur Aceh). Dana tersebut diserahkan langsung oleh Tuanku Panglima Polem Muhammad Ali dan Residen Aceh TT Muhammad Daodsyah.
Baca Juga:Benteng Indra Patra Riwayat Patriotik Inong Balee
Dua hari kemudian yakni pada tanggal 23 Agustus 1948, Residen Aceh menerima telegram dari Kepala Staf Angkatan Udara Komandemen Sumatera Opsir Udara I H Soejono yang menyatakan bahwa dana untuk pembelian pesawat tersebut sudah diterima. Penyerahannya dilakukan oleh Presiden Soekarno sebanyak M.$ 140.000, yang kemudian disusul lagi M.$ 120.000, sehingga berjumlah M.$260.000 cukup untuk membeli dua buah pesawat Dakota berserta suku cadang dan onderdinya.
Selanjutnya Mayor Udara Wiweko Soepeno ditugaskan untuk membeli satu diantara dua pesawat Dakota yang direncanakan tersebut. Ia berangkat ke luar negeri pada 4 Agustus 1948 dan membeli pesawat terbang Douglas G.47 yang kemudian diberi nomor registrasi nasional Republik Indonesia R.I.001 dan diberinama Seulawah nama gunung di Aceh, sehingga pesawat tersebut dikenal sebagai Seulawah RI 001.
Pemberian nama Seulawah merupakan janji Presiden Soekarno sendiri, yang menyatakan bahwa jika rakyat Aceh bersedia membeli pesawat terbang untuk kebutuhan diplomasi Republik Indonesia, maka rakyat Aceh diberi hak untuk memberi nama pesawat tersebut yang mencerminkan nama Aceh.
Lebih jelas tentang perjalanan Soekarno ke Aceh itu bisa dibaca dalam buku Perkundjungan Presiden Sokerno ke Atjeh, buku ini diterbitkan pada tahun 1948 oleh Jawatan Penerangan Aceh dan Tim Penyabutan Presiden Soekarno di Aceh.[]