25.2 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Perangkap Aceh dan Kematian Tragis Komandan Marsose

Kematian Komandan Divisi Marsose, Kapten GJA Webb sangat tragis, kepalanya hancur tertimpa ranjau kayu, mayatnya nyaris tak dikenali. Istri Webb sendiri dilarang wajah dari jenazahnya.

Kapten Webb tewas tertimpa perangkap (rajau) kayu tepat di kepalanya, saat melakukan patroli kawasan Leubeuk Minyeuk, Keuretoe (Lhoksukon), Aceh Utara pada 21 Januari 1902. Tidak banyak informasi tentang kematian perwira Belanda itu. Dalam buku The Dutch Colonial War in Aceh  juga hanya ada satu foto dengan sedikit keterangan di sampingnya.

Namun Tjoetje dalam buku yang berjudul Perkuburan Belanda “Peutjoet” Membuka Tabir Sedjarah Kepahlawan Rakyat Atjeh, pada halaman 22 menyebutkan, Kapten Webb tewas akibat tipu muslihat kelompok pejuang Aceh yang menciptakan ranjau batang kayu. Potongan-potongan kayu besar diikat dengan rotan di atas pohon yang sering dilalui patroli pasukan marsose Belanda.

Baca Juga: Beragam Versi Alasan Pembelotan Teuku Umar

Beberapa orang menunggui ranjau kayu tersebut di atas pohon. Dan pada hari 21 Januari 1902 itu, Kapten Webb selaku Komandan Divisi Marsose Lhoksukon melakukan patroli ke Leubeuk Minyuek untuk memburu kelompok Panglima Polem yang bergerilya dari Aceh Besar ke Aceh Utara. Kapten Webb mendapat informasi dari mata-mata (cuak) bahwa kelompok Panglima Polem sedang berada di Leubek Minyeuk. Maka berangkatlah ia dan pasukannya ke sana.

Begitu Kapten Webb dan pasukannya sampai di bawah pohon beranjau itu, pejuang Aceh memotong rotan pengikat ranjau kayu tersebut. Potongan batang-batang kayu itu jatuh menimpa pasukan marsose, dan salah satunya jatuh tepat di atas kepala Kapten Webb.

Akibat hantaman kayu itu, kepala Kapten Webb pecah. Ketika jenazahnya dievakuasi ke bivak Lhoksukon, jenazahnya tidak diperbolehkan untuk dilihat, bahkan untuk istri Webb sendiri Pemerintah Kolonial Belanda melarangnya.

Oleh Tjoetje dikisahkan, eksekutor penjaga ranjau batang kayu ini, mampu  memotong rotan pengikat pada waktu yang tepat. Ia menyebutnya sama dengan gaya “jibaku” ala Jepang. Sang eksekutor rela mati kalau ia gagal dengan bom kayu tersebut. Tapi menurut Tjoetje, pejuang Aceh yang memotong ranjau atau bom kayu tersebut berhasil selamat kembali ke kesatuannya.

Baca Juga: Dendam Jongos Belanda Pada Teuku Umar

Banyak perwira tentara marsose Belanda yang tewas secara tidak wajar di Aceh. Ini sebagaimana diakui oleh HC Zentgraaff yang pernah menjadi anggota Marechaussee Honorair dalam buku Atjeh. Menurutnya, hal itu terjadi bukan hanya karena kelicikan pejuang Aceh, tapi juga karena kebodohan para pemimpin perang Belanda yang dinilai Zentgraff memimpin secara gamblang.

Zentgraaff mencontohkan tentang kematian Kapten Paris di Bakongan Aceh Selatan. Paris dan pasukannya diperintahkan untuk tetap melakukan patroli meski dengan senapan tanpa peluru. “Matinya Kapten Paris dan pasukannya itu adalah akibat perintah bodoh ini,” tulis Zentgraaf.

Karena senapannya tak berpeluru, Kapten Paris harus berperang jarak dekat dengan pasukan Aceh yang dipimpin Cut Ali di Bakongan, Aceh Selatan pada 3 April 1926. Kapten Paris mati setelah ditebas dengan kelewang di tangan dan tengkuknya.[]

Baca Juga: Perang Aceh dan Kisah Kematian Calon Pengantin Belanda

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS