25.7 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Pembentukan Korps Marsose dan Upaya Penaklukkan Aceh

Korp marsose (Marechaussee Corps) merupakan komando pasukan khusus Belanda yang dibentuk dalam perang Aceh, karena sejak mendeklarasikan perang dengan Aceh pada 26 Maret 1873, hingga tahun 1890, Belanda belum menemukan titik kemenangan. Malah jenderal dan para perwiranya banyak yang tewas.

Korp ini diisi oleh tentara-tentara pilihan, dicitrakan sebagai tentara yang ganas dan tanpa kompromi. Meski demikian tak sedikit dari mereka yang gila di Aceh, hingga menembak kawan dan komandannya sendiri. Tentang marsose gila ini banyak ditulis oleh HC Zentgraff dalam buku HC Zentgraaff, Atjeh yang diterbitkan Koninklijke Drukkerij De Unie, Batavia.

Dalam buku The Dutch Colonial War In Aceh pada bagian The Marechaussee Corps Dutch Special Commandos halaman 170 dijelaskan bahwa korp marsose ini dibentuk atas saran orang pribumi, Mohamad Syarif atau Arif dari Sumatera Barat. Orang Aceh yang nekat dan tak kenal takut dalam beperang, harus dilawan dengan tentara bermental serupa, maka marsose dinilai sebagai lawan yang imbang.

Baca Juga: Awal Mula Perang Aceh Dengan Portugis

Mohamad Syarif merupakan mantan jaksa, yang kemudian menjadi Komis (pejebat eselon menengah) di kantor Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ia menyarankan pembentukan sebuah satuan tugas khusus dalam menangani serbuah pasukan pejuang Aceh.

Belanda menerima usulan tersebut, kemudian pada 2 April 1890, korps marsose resmi dibentuk. Sembilan bulan sebelumnya yakni pada Desember 1899 juga telah dibentuk datasemen pengawal mobil, sebagai cikal bakal korps marsose.

Sebagai Komandan Korps Marsose pertama di Aceh ditunjuk Kapten GGJ Notten. Ia memimpin pasukan khusus ini 11 September 1890 hingga  September 1893. Penunjukannya dilakukan oleh Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh Mayor Jendral HKF van Teijn.

Mayor Jendral HKF van Teijn menjabat sebagai Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh pada tahun 1886-1891. Tugasnya melakukan pemulihan Kesultanan Aceh di bawah lindungan Belanda gagal. Ia juga gagal menyelesaikan masalah kapal dagang Inggris “Nisero” dan harus tunduk pada tuntutan Raja Teunom.

Baca Juga: Kekuatan Armada Perang Aceh Dalam Sejarah

Mayor Jenderal Van Teijn menyetujui pembentukan korps marsose karena tugasnya untuk pemulihan Kesultanan Aceh di bawah naungan Belanda tak pernah berhasil. Ia juga ingin memulihkan reputasinya yang gagal menyelesaikan persoalan kapal dagang Inggris, Nicero, yang disandera Raja Teunom, hingga Belanda harus membayar uang tebusan yang tidak sedikit kepada Raja Teunom.

Untuk mengimbangi kelihaian pasukan pejuang Aceh, langka pertama yang dilakukan Belanda adalah mempersenjatai pasukan marsose dengan senjata yang sama yang dipakai pejuang Aceh, yakni karaben, kelewang, dan rencong.

Korps marsose ini punya banyak kenangan dalam Aceh. Untuk mengenang mereka-mereka yang tewas dalam perang Aceh, Pemerintah Kolonial Belanda membangun sebuah monumen khusus bagi korps marsose di tengah Kerkhof Peucut, komplek kuburan militer Belanda di Aceh.

Baca Juga: Banda Aceh Kota Tamaddun

Untuk mengenang kematian para tentara marsose di Aceh, juga pernah digelar pesta besar (kandoeri rajeu) oleh para pensiunan marsose di Belanda pada 2 April 1930. Tepat pada peringatan 40 tahun pembentukan komado pasukan khusus tersebut. Pesta tersebut digelar di kelab De Witte te s’Gravenhage. Menariknya, meski pesta itu digelar di Belanda, makanan yang disajikan merupakan makanan khas Aceh, sebagai bentuk nostalgia.

Tahap pertama dihidang aneka bahan makanan yang dipetik langsung dari ladang terbaik di Aceh, tahap kedua burung panas dingin dari Meulaboh, tahap ketiga air dan bakong (tembakau) dari Krueng Pidie,  tahap keempat ikan sepat dari Laut Tawar.

Kemudian hidangan tahap kelima berupa olahan pucuk rebung dari Pameu dan minyak sapi dari Geumpang. Tahap keenam dilanjutkan dengan hidangan ayam ladang yang digoreng dengan buah-buahan. Hidangan ketujuh mereka namai lemper celaka seperti kafir marsose, tahap kedelapan sisa air susu, kesembilan buah-buahan dari Bakongan. Yang terakhir tahap kesepuluh sebagai hidangan penutup dihidangkan manisan dari Seunagan.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS