28.9 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Narasi Hukum dan Narasi Kepala OJK Terkait Bank Aceh

Gonjang-ganjing pergantian Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh di media membuat Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh ikut bicara, namun ada beberapa hal yang keliru dalam pertimbangan hukum yang disampaikan.

Advokat senior Aceh yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advocat Indonesia (Peradi) Rumah Advocat Bersama (RAB) Banda Aceh, Yahya Alinsa menilai narasi yang disampaikan di media dengan narasi dalam aturan agak berbeda.

“Narasi yang disampaikan Kepala OJK Aceh yang dimuat di beberapa media terdapat beberapa ketentuan yang sepertinya keliru atau kurang tepat. Seharusnya itu ditelaah kembali sebelum disampaikan ke media,” ungkap Yahya Alinsa.

Yahya Alinsa mencontokan terkait Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) Pasal 105. Dalam narasi yang disampaikan Kepala OJK Aceh disebutkan bahwa (1) dalam hal terjadi kekosongan jabatan Direksi, Dewan Komisaris dapat mengangkat anggota Direksi sementara (Plt) sampai dengan Rapat Umum Pemagang Saham (RUPS) menunjuk Direksi defenitif.

“Sementara narasi dalam aturan menyebutkan bahwa (1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya,” jelas Yahya Alinsa.

Baca Juga: PSP Bank Aceh Bisa Tunjuk Plt Direksi Tanpa Perlu Uji Kelayakan dan Kepatutan dari OJK

Begitu juga dengan narasi yang disampaikan tentang (2) jika dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak pengangkatan Plt Direksi belum dilkukan pengangkatan Direksi defenitif melalui RUPS, maka pengangkatan Plt tersebut harus dilaporkan dalam RUPS terdekat. Setelah sempat rilis di berbagai media, Kepala OJK Aceh kemudian mengoreksinya menjadi 6 bulan.

Yahya Alinsa menambahkan, secara aturan dalam UU PT digarisbawahi bahwa (2) keputusan untuk memberhentikan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Kemudian (3) dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.

Masih menurut Yahya Alinsa, pada poin (4) pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana diaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak keberatan atas pemberhentian tersebut. Selanjutnya, (5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak: a. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1);  b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); c. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau d. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

“Kekeliruan juga terjadi pada penyampaian POJK 17 tahun 2023, awalnya disebutkan tentang penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan, yang kemudian dikoreksi sendiri oleh kepala OJK di media bahwa POJK 17 Tahun 2023 itu tentang penerapan tata kelola bagi bank umum,” ulas Yahya Alinsa.

Baca Juga: Menelisik Dampak Gonjang-Ganjing Bank Aceh

Di sisi lain, tambah Yahya Alinsa, ketentuan UU No. 40 Pasal 105 terkait bunyi ayat (1) dan (2) sebagaimana yang disebutkan dalam media online sangat berbeda dengan apa yang tertuang dalam aturan itu sendiri, dalam aturan yang sebenarnya pasal 105 tersebut tidak membahas tentang Pelaksana Tugas (Plt), namun membahas tentang pemberhentian anggota Direksi.

“Ini perlu disampaikan untuk memberikan literasi dan edukasi kepada publik. Apa yang disampaikan ke media seharusnya ditelaah dan diverifikasi terlebih dahulu agar tidak menimbulkan polemik dan kegaduhan dalam masyarakat,” saran Yahya Alinsa.

Yahya Alinsa berharap, dalam dinamika polemik yang melanda PT. Bank Aceh Syariah saat ini, seharusnya OJK Aceh sebagai otoritas dan regulator menjadi lembaga yang dapat melakukan mediasi serta menyelesaikan polemik tersebut sesuai aturan yang berlaku. Bukannya mengeluarkan pernyataan yang meresahkan dan membuat klarifikasi yang cenderung keliru, sehingga menimbulkan keraguan terhadap kapasitas Kepala OJK Aceh itu sendiri.

“Jika seperti itu kapasitas Kepala OJK Aceh sudah sewajarnya yang bersangkutan dipertimbangkan untuk diganti agar tidak menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang sangat berisiko bagi lembaga keuangan,” pungkas Yahya Alinsa.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS