Tiga kampus di Komplek Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam, Universitas Syiah Kuala (USK), Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry dan Yayasan Teungku Chik Pante Kulu merupakan trisula pendidikan di Aceh yang akan membangkitkan kembali spirit jantong hate rakyat Aceh.
Spirit itu tampak pada Silaturrahmi Darussalam yang diikuti civitas akademik dan alumni Universitas Syiah Kuala, Universitas Islam Negeri Ar Raniry dan Yayasan Teungku Chik Pante Kulu, Selasa, 31 Mei 2022 di Gedung Serba Guna Fakultas Hukum USK.
Ketua Ikatan Keluarga dan Alumni (IKA) Universitas Syiah Kuala Sulaiman Abda menegaskan silaturrahmi tersebut merupakan sebuah momentum yang menyatukan hati warga Kopelma Darussalam dari ketiga kampus tersebut. Ia juga menyinggung tentang sengketa lahan antara USK dan UIN Ar Raniry yang sudah berhasil didamaikan. “Mudah-mudahan ke depan USK dan UIN Ar Raniry berjalan dengan baik setelah lahirnya proses perdamaian,” ujarnya.
Sulaiman Abda juga berharap kegiatan silaturrahmi tiga kampus dalam Kopelma Darussalam itu bisa menjadi agenda rutin untuk mengeratkan persaudaraan dan kebersamaan, agar terwujudnya pembangunan peradaban dan pendidikan Aceh ke arah yang lebih baik. “Lupakan persoalan yang lalu, beda pendapat boleh saja, tapi jangan beda tujuan dalam membangun pendidikan Aceh,” tegasnya.
Baca Juga: Syuhada 44 dan Kisah Pemberontakan Pandrah
Pada kesempatan yang sama Ketua Yayasan Teungku Chik Pante Kulu Fakhrurrazi Zamzami mengungkapkan bahwa Yayasan Pante Kulu merupakan adik bungsu dari USK dan UIN Ar Raniry. Ia mengharapkan kedua universitas jantong hate rakyat Aceh itu mau membantu pengembangan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dan Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Pante Kulu.
“USK dan UIN Ar Raniry tumbuh pesat, sementara Pante Kulu jauh tertinggal. Cita-cita kami STAI Pante Kulu nantinya bisa menjadi Universitas Islam Aceh (UIA) karena itu kami butuh dukungan dari USK dan UIN Ar Raniry,” harapnya.
Menanggapi hal tersebut Rektor UIN Ar Raniry Prof Warul Walidin menegaskan pihaknya siap membantu, tapi ia menyarankan agar STAI Pante Kulu bisa dikembangkan menjadi Ma’had Aly sebagai lembaga pendidikan tinggi khas pesantren yang menyelenggarakan pendidikan yang bersifat spesifik.
“Kalau kita lihat sejarah awal Kopelma Darussalam, Pante Kulu itu Dayah Manyang atau Ma’had Aly. Sekarang ada program Ma’had Aly di Kementerian, kita bisa bantu prosesnya, tapi syaratnya harus ada 1.000 santri. Kopelma Darussalam merupakan rumah bersama yang harus terus dibangun dengan sinergitas yang berkelanjutan,” ujarnya.
Baca Juga: Bireuen Agreement Awal Mula Bireuen jadi Kota Juang
Hal yang sama juga disampaikan Rektor USK Prof Marwan, pihaknya siap mendorong pembangunan Ma’had Aliy atau Dayah Manyang di Yayasan Teungku Chik Pante Kulu sebagai bagian dari pembangunan Kopelma Darussalam.
“Paca Ikral Lamteh, membangun dunia pendidikan merupakan hal utama yang dilakukan oleh para tokoh Aceh masa itu dengan membangun Kopelma Darussalam. Kebersamaan ini harus terus berlanjut agar cita-cita Kopelma Darussalam bisa kita wujudkan bersama, kolaborasi dan sinergitas adalah kunci membangun Aceh,” paparnya.
Ikut hadir dalam acara tersebut antara lain: Wali Nanggroe Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al Haytar, mantan Gubernur Aceh Azwar Abubakar, tokoh pendidikan Aceh Rusli Bintang, Rektor USK Prof Marwan, Rektor UIN Ar Raniry Prof Warul Walidin AK, Ketua Yayasan Teungku Chik Pante Kulu Fakhrurrazi Zamzami, Ketua Ikatan Keluarga dan Alumni USK Drs. H Sulaiman Abda M.Si, Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK (Ikafensy) Amal Hasan, Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum USK Teuku Kamaruzzaman (Ampon Man), Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Aceh Yusri.
Sementara dari kalangan partai politik hadir Sekretaris Jenderal Partai Aceh Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak, Ketua Golkar Aceh Teuku Nurlif, Zaini Djalil dari Partai Nasdem, Darwati A Gani dari partai PNA, serta sejumlah pejabat lainnya.
Baca Juga: Simeurante Kisah Para Pekerja Paksa Jawa di Aceh
Sebagaimana diketahui pembangunan Kopelma Darussalam merupakan salah satu konsepsi dari ikrar Lamteh, perjanjian perdamaian antara Pemerintah Pusat dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Aceh. Peletakan batu pertama pembangunan Kopelma Darussalam dilakukan oleh Menteri Agama KH Muhamamd Ilyas pada 17 Agustus 1958 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof dr Prijono pada 24 Agustus tahun yang sama.
Karena kebersamaan orang Aceh yang begitu hebat pada masa itu, Presiden Soekarno memberikan tiga keistimewaan kepada Aceh, yakni bidang agama, pendidikan, dan adat istiadat. Dan Aceh digelar sebagai daerah istimewa. Malah Presiden Soekarno sendiri yang meresmikan Koplema Darussalam pada 2 September 1959.
Kebersamaan rakyat Aceh ini diabadikan pada prasasti yang ditandatangani oleh Presiden Soekerno dengan bunyi: Tekad bulat melahirkan kerja nyata, Darussalam menuju pelaksaan cita-cita.
Para tokoh Aceh masa lalu sangat gigih membangun Kopelma Darussalam antara lain adalah Gubernur Ali Hasjmi selaku Ketua Yayasan Pembina Darussalam, Wakil Gubernur Aceh Marzuki Nyakman, dilanjutkan Gubernur Muzakir Walad, Ketua DPRD-GR Aceh Muhammad Jasin, dan Panglima Daerah Angkatan Kepolisian I/Aceh Kombes Pol Hadji Soehadi, serta Penguasa Perang Daerah (Peperda) Aceh Letnan Kolonel Syamaun Gaharu dan Mayor T Hamzah.[]