25.7 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

MaTA Nilai Polemik APBA 2024 Karena Perebutan Anggaran

BANDA ACEH | ACEH INFO – Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menyampaikan bahwa permasalahan yang ada bukan hanya tentang DPRA memanggil gubernur tiga kali dan tidak hadir, yang konsekuensinya RAPBA tiak dibahas.

“Tarik menarik konflik pembahasan RAPBA sejak Aceh mendapatkan Otsus, itu sudah 8 kali terjadi, dimana pengesahannya berakhir di gedung Kemendagri lantai 8,” ucap Alfian, pada acara diskusi publik dengan tema” Pembahasan APBA 2024 Menggantung”, yang diselenggarakan Lembaga Aceh Resource and Development (ARD), Selasa, 28 November 2023.

Ia menjelaskan, bahwa potensi penyelesaian di sana juga besar untuk APBA 2024 ini. Menurutnya, publik melihat adanya perebutan anggaran, soal uang bukan terkait kepentingan rakyat.

“Kalau ada yang bilang ini kepentingan rakyat, ini bohong. Otsus Aceh sejak 2008 hingga 2027 dan kini Otsus Aceh 1 persen dari DAU nasional. 1 persen setara Rp3.9 triliun. Pada 2024, Aceh hanya mendapat Rp3.4 triliun,” papar Alfian.

Baca juga: Jika tidak Ada Kesepakatan, Jubir MTA: APBA 2024 Kemungkinan Dipergubkan

Menurut dia, di satu sisi, Dana Alokasi Khusus (DAU) Nasional naik, harusnya Otsus Aceh di atas Rp 3.9 triliun.

“Harusnya DPRA bertanya ke pemerintah pusat perihal DAU naik, tetapi Otsus kenapa malah turun,” katanya.

Ia mengatakan, pada April 2023 lalu, ada pertemuan anggota TAPA dan Banggar DPRA, salah satu poin yang disepakati tentang perubahan pembagian Otsus yang sesuai qanun, 60 persen provinsi, 40 kabupaten/kota.

Kemudian pada bulan yang sama, dituangkan dalam berita acara, ada upaya untuk menarik 80 anggaran Otsus untuk dikelola provinsi, dan 20 persen dikelola oleh kabupaten/kota.

“Keributan ini soal uang, bukan tentang siapa gubernur, dan bukan karena gubernur tidak datang. Secara moral seharusnya kita malu karena persoalan anggaran kita tidak mampu diselesaikan di internal sendiri,” jelas dia.

Ia menuturkan, jika upaya ini terealisasi 80 persen ke provinsi, pihaknya tidak sepakat, karena yang punya wilayah adalah kabupaten/kota bukan provinsi.

Alfian menilai, kondisi fiskal kabupaten/kota saat ini sangat menyedihkan. Misalnya kewajiban hibah dana untuk KIP kabupaten/kota dan itu berat dan membebani, karena mereka harus cari uangnya dimana dan beberapa wilayah berencana ambil dana Baitul Mal.

Ia menambahkan, bahwa akar masalah sampai 8 kali konflik pengesahan anggaran ini, proses konflik ini akan terus berlangsung, termasuk saat kepala daerah baru nantinya.

“Solusinya kewenangan DPRA mengelola pokir harus dipangkas. Negara harus melakukan evaluasi dalam hal ini,” pungkasnya.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS