26.3 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Lika Liku Alex Menyelancarkan Sunset Surf Café

PLANG bertuliskan ‘Welcome’ di selembar papan bekas, terpatri di pintu masuk serambi. Nyaris bersanding dengan itu, tergantung papan selancar bekas putih yang pada bagian tengahnya mencantumkan sebuah nama, ‘Sunset Surf Cafe’ ‘Since 2005’.

Di serambi itu, berdiri seorang pria tepat di meja kasir. Namanya Alex. Tangannya cekatan menghitung serta mengembalikan uang yang diserahkan para tamu untuk menebus split bill atau tagihan makanan serta minuman.

Usai memastikan tak ada lagi pengunjung yang melunasi tagihan, pria berusia 38 tahun itu beranjak. Tujuannya ke dapur. Tempat yang langsung bisa dicapainya hanya dengan beberapa langkah dari posisi sebelumnya.

“Nasi goreng sea food masih ada satu pesanan lagi,” ucap Alex seolah memberikan intruksi kepada seseorang. Suara itu terdengar dari dalam ruangan yang lebarnya lebih kurang seukuran panjang meja biliar tersebut.

Ruangan yang dimasuki Alex dan diisi beberapa orang itu, berada pada satu bangunan di bibir pantai dalam kawasan Gampong Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.

Bangunan ini hanya memiliki serambi beratap plat yang disangga tiang-tiang beton. Selain ruangan tersebut, tak ada tembok yang mengitarinya. Semua terbuka. Sehingga hamparan Samudera Hindia dapat dilihat bila berteduh di bawahnya.

Dentingan perkakas dapur sahut menyahut. Beberapa pemuda tampak berlalu-lalang, meripuh di ruangan itu. Sementara, asap tipis terus mengudara dan menawarkan indra penciuman aroma bumbu dapur yang menggugah selera.

Sesaat kemudian, Alex keluar dari ruangan sambil membawa mi goreng yang siap dihidangkan. Dia lalu menyerahkan salah satu menu makanan itu ke seorang pemuda untuk diteruskan ke meja pengunjung yang ada di bibir pantai. Ia pun kembali melanjutkan kesibukannya.

Alex bukan nama asli pria kelahiran Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, pada 1984 silam ini. Nama lengkap ayah tiga anak yang hobi berselancar atau surfing itu adalah Dery Setiawan. Panggilan Alex disematkan para pecinta olahraga yang berhubungan dengan ombak tersebut untuknya.

Sunset Surf Cafe adalah tempat usaha milik Alex. Kafe yang terletak di bibir pantai menghadap ke Samudra Hindia tersebut dikelolanya sendiri dibantu oleh 15 orang pekerja, mulai juru masak hingga pramusaji.

Meski berstatus sebagai pemilik, Alex tak segan berkecimpung langsung di kafe. Ia membantu meringankan pekerjaan karyawannya ketika wisatawan ramai berkunjung terutama saat hari libur atau akhir pekan. Kondisi itu harus ia sesuaikan.

Lalu bagaimana lika-liku perjalanan Sunset Surf Cafe milik Alex yang beberapa tahun terakhir mulai hit di kalangan keluarga maupun milenial? Kisahnya itu bermula pada 17 tahun lalu.

Lika Liku Alex Menyelancarkan Sunset Surf Café

DERU ombak, hembusan angin, dan desir pasir, telah begitu akrab dengan Alex. Suasana pantai telah dirasakan pemuda itu sejak lahir. Sebab, Gampong Mon Ikeun terletak di pesisir Kecamatan Lhoknga. Salah satu pantai di Aceh yang memiliki ombak terbilang indah.

Tawaran keindahan ombak itu, rajin dijadikan Alex beserta para pecinta olahraga selancar bermain di gulungannya. Lambat laun, mereka yang sering berkumpul kemudian mendirikan satu rumah panggung, pada 2005.

Meski jauh dari kata elegan, belakangan rumah yang hanya berkontruksi kayu tersebut kerap dijadikan tempat tongkrongan dan istirahat para peselancar. Beranjak dari kondisi itu, ternyata menjadi cikal bakal berdirinya Sunset Surf Cafe.

“Ya sekedar bangun aja begitu. Awalnya hanya pondok kayu, masih natural lah. Masih kayu lah bangunannya,” tutur Alex bercerita.

Penyematan nama Sunset Surf dikatakan Alex, bukan tanpa alasan. Ikhwal antara lokasi serta hobi adalah latar belakangnya. Secara lokasi kafe tersebut letaknya terbilang strategis, yakni bisa dapat melihat langsung keindahan matahari terbenam atau sunset. Sementara pengunjung yang kala itu didominasi para peselancar, maka kata surfing ikut dibubuhkan.

“Diberikan nama Sunset Surf Cafe karena kebetulan posisi sunset-nya pas dan di situ kita juga berbaur dengan olahraga surfing sehingga diberikan nama itu,” ungkap pria 38 tahun itu.

Menawarkan keindahan ombak serta matahari terbenam, membuat pantai yang ada di Gampong Mon Ikeun itu mulai dikenal masyarakat luas. Sehingga, pantai tersebut mulai ramai dikunjungi warga yang berlibur selain para penikmat olahraga gulungan ombak.

Hal ini pula yang kemudian dikatakan pria yang kini menjabat sebagai ketua Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI) Aceh tersebut, mempengaruhi perkembangan Sunset Surf Cafe.

Sadar dengan perubahan kondisi dan potensi wisata yang dimiliki, lulusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala ini pun mencoba berinovasi guna memberikan kesan nyaman bagi tamu yang datang. Dia membenahi tempat usahanya tersebut secara bertahap.

Puncak renovasi terjadi di 2014. Tongkrongan yang di awal berdiri hanya bangunan rumah panggung berkontruksi kayu itu disulap menjadi semi permanen. Kafe ala pantai dengan kesan yang lebih elegan pun berdiri seperti saat ini.

“Kita memang setiap tahun melakukan renovasi, cuma setelah beberapa tahun kemudian atau sekitar tahun 2014 baru kita renovasi ini, menjadi bangunan semi permanen seperti sekarang,” ujar Alex.

“Ditambah lagi sekarang orang yang hadir ke pantai mulai ramai dan tidak mesti kawan-kawan yang akan melakukan surfing, tetapi kawan-kawan yang nonton surfing juga bisa hadir di pantai,” imbuhnya.

Penampilan kafe yang semakin menarik dengan menawarkan potensi kedindahan alamnya, diakui Alex, semakin mempengaruhi tempat usahanya tersebut. Ramainya para wisatawan yang berkunjung berdampak besar terhadap omzet pendapatannya.

Jika di awal merintis Sunset Surf Cafe, Alex hanya mampu mendapatkan cuan hasil penjualan sekitar Rp200 ribu per hari, kini ia mampu meraup pundi-pundi rupiah bersih hingga Rp2 juta per hari. Di hari libur bahkan bisa lebih.

Tidak hanya itu, ayah tiga anak ini yang sebelumnya cuma memperkerjakan lima orang dengan gaji tak menentu, sekarang telah memimpin 15 tenaga, mulai dari juru masak hingga pramusaji.

“Kalau sekarang ya Alhamdulillah sudah lumayan lah. Gambarannya lebih kurang Rp2 juta per hari. Kalau di awal-awal itu di bawah itu dan sekarang bisa di atas itu,” ucapnya.

Meski demikian, perjalanan Sunset Surf Cafe tidak selalu manis. Kafe yang lahir dari tempat tongkrongan para peselancar ini sempat mengalami krisis ketika pandemi Covid-19. Malah diakui Alex, nyaris bangkrut karena tidak menghasilkan pendapatan selama satu bulan.

Penerapan pembatasan aktivitas masyarakat guna mencegah penyebaran virus mewajibkan seluruh kegiatan dibatasi, termasuk tempat usaha maupun wisata. Kebijakan Pemerintah Provinsi Aceh, pada Maret 2020 lalu tersebut pun mengharuskan kafe milik Alex tutup untuk sementara waktu.

“Sempat kacau juga terutama di awal ketika pertama kali diterapkan lockdown, itu kita agak pening sedikit. Hampir satu bulan kita tutup,” ujar pria bernama lengkap Dery Setiawan itu.

Alex bersyukur saat ini usahanya telah kembali bangkit seiring dilonggarkannya aturan pemerintah terkait pembatasan aktivitas masyarakat. Denyut nadi perekonomian kafe yang sempat berhenti, seolah mengulang kesuksesan sebelumnya.

Lika Liku Alex Menyelancarkan Sunset Surf Café

Setiap harinya, pengunjung akan tampak meramaikan tempat yang menawarkan menu air kelapa, jus, serta aneka minuman ala pantai lainnya. Bahkan, kafe yang juga menawarkan berbagai nasi goreng serta makanan laut atau sea food ini, akan lebih ramai lagi ketika di akhir pekan maupun hari-hari libur lainnya.

“Biasanya sore sudah ramai. Dan kalau Sabtu maupun Minggu atau weekend, Insyaallah ramai lah,” sebut Alex. “Spesialnya lebih ke ikan bakar, cumi, udang, ya sea food-lah,” imbuhnya.

Sunset Surf Cafe hingga kini masih terus berbenah. Kafe yang dibuka  selepas baqda Zuhur dan tutup hingga jelang Isya itu, kini memiliki 70 meja. Alex tak henti berinovasi guna memberikan pelayanan terbaik kepada pengunjung yang datang ke tempat usahanya tersebut.[]

PENULIS: MUHAMMAD

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS