BANDA ACEH | ACEH INFO – Kisruh Partai Nanggroe Aceh (PNA) hingga saat ini belum berakhir. Setelah anggota Fraksi PNA Darwati A Gani “bernyanyi” kepada awak media tentang keresahan Irwandi Yusuf di balik penjara, kali ini giliran Samsul Bahri alias Tiyong yang “berkicau” mengenai fakta Kongres Luar Biasa.
Melalui surat elektronik yang diterima media ini, Jumat, 4 Januari 2022, Tiyong membenarkan bahwa dirinya pernah mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan Ketua Harian PNA. “Saat itu Irwandi juga telah menerima pengunduran diri saya. Namun tak lama setelah itu Irwandi ditangkap oleh KPK,” ungkap Tiyong.
Pasca Irwandi ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK, kata Tiyong, Sekjend PNA Miswar Fuadi sebagai Sekjen dan Ketua DPP Tgk Nurdin Ramli bersama beberapa pengurus lantas menemuinya. “Mereka meminta agar saya bersedia kembali aktif sebagai Ketua Harian,” kata Tiyong lagi.
Tiyong kemudian menyetujui permintaan para pengurus dengan pertimbangan ingin menyelamatkan PNA. Apalagi menurut keterangan Tiyong, waktu itu merupakan saat-saat krusial bagi PNA dalam proses menuju Pemilu 2019.
“Atas pertimbangan untuk menyelamatkan partai, akhirnya saya bersedia kembali aktif sebagai Ketua Harian. Bahkan adik kandung Irwandi, M Zaini Yusuf secara khusus menemui saya untuk meminta dukungan aksi demo terhadap KPK agar melepaskan Irwandi Yusuf. Terutama dia meminta dukungan material berupa uang untuk membiayai aksi demo tersebut. Sampai saat ini saya masih terutang dengan orang untuk bayar biaya demo itu. Saat itu saya juga pergi menjumpai Irwandi saat sidang di PN Jakarta Pusat,” ungkap Tiyong.
Dia menyebutkan Irwandi sama sekali tidak berbicara soal politik selama Pileg 2019, termasuk persiapan PNA menghadapi Pemilu. Tiyong menduga hal tersebut dilakukan Irwandi lantaran ingin fokus menghadapi persidangan di pengadilan.
“Alhamdulillah walah tanpa kehadiran Ketum, saya dan kawan-kawan bisa memimpin PNA untuk berjuang menambah kursi PNA dalam Pileg 2019. Hasilnya perolehan kursi DPRA naik 100 persen dari sebelumnya 3 kursi menjadi 6 kursi,” bongkar Tiyong.
Begitu juga dengan perolehan kursi DPRK yang menurut Tiyong meningkat menjadi 46 kursi. Tiyong juga menyebutkan bahwa dirinya bahkan meraih suara terbanyak, baik di PNA maupun di Dapil 3 DPRA.
“Sampai sejauh ini tidak ada persoalan apa-apa diantara kami. Kami malah bisa bekerja secara kolektif untuk mengamankan suara dan kursi PNA. Termasuk mengajukan dan menghadapi gugatan di MK,” papar Tiyong.
Setelah KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota secara resmi menetapkan perolehan suara dan kursi setiap partai, menurut Tiyong, muncul inisiatif dari pengurus harian DPP PNA untuk melaksanakan Rapat Pimpinan Pusat (Rapimpus). Kegiatan ini dilaksanakan di Banda Aceh, diinisiasi dan dimotori oleh Sekjen Miswar Fuadi dengan Ketua DPP Tgk Nurdin Ramli.
Rapimpus tersebut dimaksudkan sebagai ajang konsolidasi pasca Pileg dan membicarakan strategis partai kedepan. Semua Pengurus Harian DPP dan seluruh DPW hadir pada acara tersebut. Kecuali Darwati A Gani selaku salah satu Ketua DPP dan M. Zaini Yusuf selaku Ketua DPW PNA Banda Aceh. “Kabarnya mereka berangkat ke Jakarta,” kata Tiyong.
“Nah, salah satu kesepakatan pada Rapimpus tersebut adalah memberi mandat kepada Ketua Harian untuk mewakili Ketua Umum menandatangani semua dokumen administrasi kepartaian,” kata Tiyong.
Hal inilah yang diduga membuat Tiyong menjadi tertuduh sebagai orang yang mengudeta Irwandi dari Ketua Umum PNA. Padahal Rapimpus bukanlah ajang pergantian kepemimpinan partai.
Menurutnya berawal dari sinilah kemudian perbedaan antara pengurus DPP dengan kelompok Darwati dan M. Zaini Yusuf kian tajam. Tiyong menyebutkan mereka sangat pandai memainkan peran sebagai orang yang didzalimi.
“Padahal sebagiannya adalah fitnah,” kata Tiyong.
Setelah perbedaan pendapat dan berbagai tudingan tak kunjung reda, ditambah komunikasi dengan Irwandi juga sangat sulit, akhirnya lagi-lagi Miswar Fuadi dan Teungku Nurdin berinisiatif mengajak teman-teman pengurus DPP PNA untuk melaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB). Mereka bahkan menemui Irwansyah (Muksalmina) dan Mayjen (Purn) Soenarko sebagai Ketua dan Anggota Majelis Tinggi Partai (MTP) untuk meminta dukungan pelaksanaan KLB.
Hal inilah yang menyebabkan KLB PNA di Bireuen dilaksanakan, berdasarkan permintaan 3 dari 5 Anggota Majelis Tinggi Partai yang terdiri dari Muksalmina, Mayjen Soenarko dan Miswar Fuadi.
“Sementara Irwandi dan Sayuti tidak setuju KLB. Mereka bertiga lah yang minta agar KLB dilaksanakan. Jadi fitnah kalau saya yang dituduh meminta KLB. Karena posisi saya sebagai Ketua Harian tidak memiliki kewenangan untuk meminta atau melaksanakan KLB. Karena itu kami minta Miswar dan Tgk. Nurdin untuk tidak memutar balikkan fakta,” kata Tiyong.
Tiyong menyebutkan tidak ada komunikasi dari dua orang yang mengusulkan KLB—yang kemudian membelot ke kubu Irwandi. Padahal, menurut Tiyong, dulu salah satu alasan mereka mengajak pihaknya untuk membuat KLB adalah karena Irwandi koruptor. Alasannya, ungkap Tiyong, agar cita-cita partai tidak lagi dikait-kaitkan dengan koruptor yang berpotensi membuat pemilih PNA beralih ke partai lain.
“Eh, tiba-tiba kok mereka yang kemudian bergabung kembali dengan koruptor. Begitulah kalau orang berpolitik tidak punya prinsip. Seperti kodok yang cari makan dengan loncat sana loncat sini. Kalau Tiyong berpolitik itu dengan prinsip. Setiap pilihan wajib dipertahankan dan diperjuangkan, sampai takdir Allah menentukan lain,” katanya lagi.
Dia meminta Miswar dan Tgk Nurdin untuk tidak cuci tangan atas dosa-dosa mereka di PNA. Dia mengaku mengetahui semua kelakuan dua orang yang dimaksud. Menurut Tiyong, keduanya bahkan diduga menipu kader PNA bersama Irwandi.
Tipuan yang dimaksud Tiyong adalah janji mendukung kader sebagai Cawagub sisa masa jabatan 2017-2022 dengan sejumlah permintaan. Namun, sewaktu keluar keputusan final dukungan Cawagub justru diberikan kepada kader yang lain.
“Jelas PNA sangat dirugikan atas keputusan tersebut. Saya tidak habis pikir mereka tega menipu kader sendiri. Saya merasa sangat kasihan terhadap kader yang ditipu oleh Miswar dan Irwandi tersebut. Jika orang-orang tidak punya prinsip dan pragmatis seperti mereka dibiarkan memimpin partai, maka hampir bisa dipastikan masa depan PNA akan suram,” pungkas Tiyong.[]