25.7 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Kisah Rapat Samoedra di Esplanade Koetaraja

Pada 16 Juni 1948 Presiden Soekarno bersama Mr Teuku Muhammad Hasan dan Teungku Muhammad Daod Beureue’eh memimpin Rapat Samoedra di Esplanade Koetaraja, sekarang dikenal sebagai Blangpadang, Banda Aceh.

Sebelum rapat dibuka lebih dulu dilakukan devile angkatan bersenjata dan parade alat perang di lapangan. Ketika Soekarno berpidato di tribun, Mr Teuku Muhammad Hasan bersama Tgk Muhammad Daod Beureueh selaku Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo, serta Panglima Sumatera Mayor Jenderal Soeharjo dan Komandan Divisi X TNI Kolonel Husein Yusuf berdiri di belakang presiden.

Sementara dari pejabat sipil ada Menteri Dalam Negeri (Mendagri ) Dr Soekiman, MR Nazir Dt Pamontjak, Gubernur Sumatera Utara MR SM Amin,  Residen Inspektur Tuanku Mahmud, Residen Aceh TT Muhammad Daodsyah, serta beberapa tokoh masyarakat Aceh.

Menariknya saat defile angkatan perang di Banda Aceh tersebut juga hadir perwakilan etnis asing di Aceh, seperti tokoh masyarakat etnis Tionghoa, etnis India, Arab, dan Pakistan. Para tokoh masyarakat etnis asing di Banda Aceh tersebut berdiri di sisi kanan belakang Presiden Soekarno.

Baca Juga:Jejak Atjeh Bioscoop Dalam Fragmen Sejarah

Presiden Soekarno kemudian melakukan pemeriksaan pasukan dilanjutkan dengan defile. Di barisan paling depan berjalan korp musik Divisi X, disusul barisan infantry, Tentara Pelajar Islam, Tentara Pelajar, pasukan bersepeda, pasukan bermotor, barisan pasukan senjata berat, dan pasukan penghubung yang lengkap dengan peralatannya.

Defile angkatan perang itu disaksikan oleh puluhan ribu rakyat Aceh dari pinggir setiap sisi lapangan Blangpadang. Mereka datang untuk mendengar pidato politik Presiden Soekarno dalam acara yang dinamai “Rapat Samoedra Esplanade Kutaradja.”

Selesai defile baru rapat samoedra digelar. Pertama tampil Residen Aceh TT Muhammad Daodsjah yang menyampaikan pidato sambutan selaku tuan rumah. Kemudian dilanjutkan pidato perkenalan oleh Mendagri Soekiman dan MR Nazir Dt Pamontjak. Setelah itu baru Presiden Soekarno naik ke mimbar untuk menyampaikan pidato politiknya.

Presiden Soekarno mengawali pidatonya dengan ucapan Assalamualaikum dan pekik kata “merdeka” yang disambut secara gemuruh oleh puluhan ribu rakyat Aceh juga dengan pekikan kata “merdeka.” Pada awal pidatonya baik Mendagri Soekiman maupun Presiden Soekarno, memuji rakyat Aceh yang terkenal sebagai rakyat yang selalu berjuang untuk kemerdekaan, yang selalu menjadi kampium dan pelopor perjuagan kemerdekaan rakyat Republik Indonesia.

“Segenap rakyat Indonesia di tanah Jawa, Sumatera, lain-lain kepulauan, Sunda kecil, Kalimantan, Sulawesi, yang tanahnya sudah diduduki imperialisme Belanda, memandang arah pandangan matanya kepada saudara-saudara di Aceh, mereka meminta untuk dibebaskan, agar kemerdekaan juga tegak di tanah mereka,” kata Soekarno.

Baca Juga:Pesawat Seulawah RI 001 dan Kisah Jamuan Makan Soekarno

Notulensi lengkap pidato politik Presiden Soekarno di Aceh, selain dalam buku Perkundjungan Presiden Soekarno ke Atjeh yang diterbitkan oleh Panitija Penyambutan Presiden Soekarno tahun 1948, juga bisa dibaca dalam buku Modal Perjuangan Kemerdekaan yang ditulis oleh salah seorang pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan di Aceh, Teuku Alibasjah Talsya. Buku ini diterbitkan oleh Lembaga Serajah Aceh (LSA) tahun 1990 atas bantuan dana dari Menteri Koperasi saat itu Bustanil Arifin yang juga tokoh pejuang kemerdekaan di Aceh.

Selain itu juga bisa dibaca dalam buku Pasukan Meriam Nukum Sanany yang ditulis oleh B Wiwoho atas cerita langsung Nukum Sanany, pemimpin pasukan meriam dari Aceh yang mengusir pasukan Sekutu pada perang Medan Area. Pasukan Nukum Sanany ikut dalam defile angkatan perang di Blangpadang saat kedatangan Presiden Soekarno ke Aceh.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS