Jenderal Soedirman memimpin perang gerilya dalam keadaan sakit. Ia sangat berterimakasih mendapat kiriman 20 flacon obat suntik dari Aceh. Satu surat khusus bertulis tangannya dikirim ke Aceh.
Setelah agresi militer kedua Belanda pada 19 Desember 1948, pusat pemerintahan sekaligus ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta dikuasai Belanda, Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia Jenderal Soedirman meninggalkan Yogyakarta masuk ke daerah pedalaman dan mengendalikan perjuangan secara gerilya, meski dalam keadaan sakit.
Baca Juga: 21 September 1953 Abu Beureueh Proklamirkan Pemberontakan DI/TII Aceh
Kondisi kesehatan Jenderal Soedirman selama bergerilya semakin hari semakin parah. Untuk memperoleh obat-obatan di tempat gerilya semakin sukar. Pada 22 September 1949, dari Aceh dikirim obat-obatan untuk pengobatan Jenderal Soedirman. Obat-obat itu dikirim oleh Jawatan Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Banda Aceh. Pengiriman obat-obatan dari Aceh itu diterima Jendral Soedirman dua kali.
Saat itu Banda Aceh merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara setelah dipindahkan dari Sibolga, sekaligus pusat pemerintahan dan ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) setelah Bukittinggi ibu kota PDRI dianggap tidak aman karena sering diserang Belanda.
Baca Juga: Kisah Pasukan Cut Ali Menewaskan Kapten Paris
Kiriman obat dari Aceh itu diterima dengan baik oleh Jenderal Soedirman di suatu tempat gerilya yang dirahasiakan. Setelah menerima kiriman obat dari Aceh tersebut, kesehatan Jenderal Soedrirman berangsur-angsur pulih, hingga ia bisa memimpin angkatan bersejata kembali.
Jenderal Soedirman kemudian menulis surut khusus sebagai ucapan terimakasih bagi rakyat Aceh yang telah mengirimnya obat-obatan. Surat tersebut ditulis sendiri dengan tangan Jenderal Soedirman setelah kondisi kesehatannya membaik.
Isi surat Jenderal Soedirman tersebut bisa dibaca dalam buku Sekali Republiken Tetap Republiken halaman 239-241, buku ini ditulis oleh Staf Jawatan Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Divisi X Komandeman Sumatera, Letnan Kolonel Teuku Alibasjah Talsya, diterbitkan di Banda Aceh pada tahun 1990 oleh Lembaga Sejarah Aceh. Isi surat Jenderal Soedirman itu seperti kutipan di bawah ini.
Baca Juga: Kempes dan Tragedi Pembantaian di Kuta Reh
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Merdeka.
Kiriman Paduka Tuan sampai dua kali berupa obat suntik streptomycin sebanyak 20 flacon yang sangat penting, berharga dan berguna bagi kesehatan kami, telah kami terima dengan baik.
 Atas kiriman obat suntik tersebut, kami melahirkan rasa syukur dan gembira beserta ucapan beribu-ribu terima kasih. Kami sangat terharu saat menerima kiriman Paduka Tuan, karena di dalam saat kami menderita kesulitan tentang dapatnya obat suntik tersebut, sekoyong-koyong datang pertolongan, mendapat kiriman obat dari Paduka Tuan.
Semoga kita bersama mendapat perlindungan Tuhan, sehingga selamatlah kita bersama dalam perjuangan yang berat, tetapi suci ini. Amin.
Baca Juga: Kisah Remaja Aceh Membunuh Controleur Belanda
Dalam masa perang gerilya tesebut, Jenderal Soedirman membagi angkatan perang dalam dua komando, yakni komando Jawa dan komando Sumatera. Komando Jawa dipimpin oleh Kolonel AH Nasution, sementara Komando Sumatera dipimpin oleh Kolonel Hidajat.
Malah pada 22 Desember 1948, tiga hari setelah militer Belanda menguasai ibu kota Yogyakarta, Kolonel AH Nasution selaku Panglima Tentara Territorium Jawa mengumumkan Pemerintahan Militer untuk Jawa.
Komando Sumatera yang dipimpin oleh Kolonel Hidajat yang semula berkedudukan di Bukittinggi pindah ke Banda Aceh. Sebagian besar petinggi militer Republik Indonesia juga pindah ke Aceh, karena saat itu Aceh satu-satunya daerah yang tidak pernah berhasil dimasuki militer Belanda pada agresi kedua.[]
Baca Juga: 20 September 1910 Pang Nanggroe Suami Cut Meutia Syahid