25.4 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Kisah Belanda Membangun Kembali Masjid Raya Baiturrahman

Belanda pernah membakar Masjid Raya Baiturrahman, tapi kemudian dibangun kembali untuk merebut simpati rakyat Aceh.

Masjid Raya Baiturrahman merupakan salah satu benteng, pusat pertahanan rakyat Aceh ketika invansi Belanda pertama ke Aceh pada Maret 1873. Masjid ini dibangun oleh Sultan Alaiddin Mahmud Syah pertama pada tahun 691 Hijrian, atau sekitar tahun 1229 Masehi.

Dibakarnya masjid ini oleh Belanda membuat luka bagi rakyat Aceh. Sultan Aceh bersama para panglimanya berhasil membawa perang itu menjadi perang agama, jihad fisabilillah. Rakyat Aceh dengan suka rela menyumbang pajak dan bantuan logistik perang. Karena itu Belanda sukar untuk menaklukkan Aceh. Untuk membayar kesalahannya itu, dan menarik simpati rakyat, Belanda bermaksud membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman.

Pemerintah Kolonial Belanda melalui Departement van Burgelijke Openbare Werken, yakni Departemen Pekerjaan Umum di Batavia, memerintahkan arsitek Bruins untuk membuat rancangannya. Untuk tugas itu, Bruins tidak bekerja sendiri. Ia bekerja sama dengan Opdizchter LP Luyks dan beberapa insinyur di Batavia saat itu.

Baca Juga: Meudiwana dan Seumajoh Pada Hari Meugang

J Kremeer dalam buku De Groote Moskee te Koeta Radja, 1920, Nederlandsch Indie Ouden Nieuw menjelaskan, untuk mencari bentuk masjid yang akan dibangun, tim insinyur Belanda ini menjumpai seorang ulama di Garut, Jawa Barat. Mereka ingin mendapat masukan agar pola masjid yang akan dibangun tidak bertentanan dengan nilai-nilai Islam.

Penulis lainnya J Staal dalam buku De Missigit Raya in Atjeh, 1882, De Indische Gids. menulis bahwa usaha membangun Masjdi Raya Baiturrahman di Aceh tidaklah mudah. Pertama, tak ada kontraktor yang mau ke Aceh pada masa itu, karena perang masih berlangsung. Kedua, minimnya tenaga kerja, rakyat Aceh lebih memilih jalan perang dari pada bekerja pada proyek Belanda, meski proyek itu adalah membangun kembali masjid kebanggaan masyarakat Aceh. Maka untuk membangun proyek tersebut Belanda harus mendatangkan tenaga kerja dari Cina.

Tapi, ketika para pekerja sudah ada, dan akan dimobilisasi ke Aceh untuk membangun Masjid Raya Baiturrahman, masalah lain muncul, para kontraktor di Jawa yang ikut tender proyek tersebut, satu persatu mengundurkan diri. Mereka tidak mau ke Aceh setelah beberapa surat kabat seperti Penang Getaze di Semenanjung Melayu memberitakan tentang perang Aceh.

Baca Juga: Kisah Rapat Samoedra di Esplanade Koetaraja

Dalam suasana seperti itu, muncul Letnan Cina bernama Lie A Sie. Dia akan membawa para pekerja Cina itu ke Aceh dan mengerjakan proyek pembangunan kembali Masjid Raya Baiturrahman dengan nilai anggaran f.203.000. Nilai yang besar untuk masa itu. Namun karena Belanda ingin membayar kesalahannya dan ingin merebut simpati rakyat Aceh, Pemerintah Kolonial Belanda di Batavia atas persetujuan Ratu dan Pangeran di Belanda, bersedia menguras anggarannya untuk Aceh.

Dengan anggaran sebesar itu bekerjalah Lie A Sie. Ia mengimpor bahan bangunan dari luar negeri. Besi untuk jendela diimpor dari Belgia, batu pualan untuk tangga dari Cina, batu bata langsung dikirim dari Belanda dengan kapal uap,  kayu dari Birman (Muolmein), sementara kapur untuk cat bangunan didatangkan dari Pulau Pinang Malaysia. Hanya kerangka besi satu-satunya bahan yang didatangkan dari Surabaya.

Baca Juga: Kisah Soekarno Ngambek di Aceh Minta Dibelikan Pesawat

Belanda sangat serius dalam membangun masjid ini. Ini dibuktikan dengan kedatangan Gubernur Militer Hindia Belanda Jenderal Van Der Heyden saat peletakan batu pertama. Dalam perjalanannya, pembangunan kembali Masjid Raya Baiturrahman sempat terhenti karena perang yang belum juga reda. Rakyat Aceh dalam kelompok-kelompok terpisah sering melakukan serangan frontal ke bivak-bivak Belanda di sekitar lokasi pembangunan masjid.

Pembangunan Masjid Raya Biturrahman baru selesai dikerjakan pada tahun 1881. Gubernur A Pruys Van Der Hoeven pada 27 Desember 1881 melakukan serah terima Masjid Raya Baiturrahman kepada T Kali Malikul Adil secara simbolis melalui penyerahan kunci. Peresmian masjid ditandai dengan tembakan meriam sebanyak 13 kali. Setelah itu pengurusan masjid diserahkan kepada Syeh Marhaban.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS