Terbitnya buku De Tocht van der Overste van Daalen door Gayo, Alas en Bataklanden, sempat menggemparkan pemerintah Hidia Belanda. Isinya mengungkap tentang pembantaian rakyat Aceh di Kuta Reh oleh Belanda.
Buku yang ditulis oleh JCJ Kempes itu dengan detil menceritakan tentang pembantaian yang dilakukan oleh Van Daalen selama perang Aceh. Salah satunya adalah pembantaian 4.000 warga Gayo di Kuta Reh, Aceh Tenggara.
Kempes merupakan ajudan Van Daalen yang menyertai perjalanan 163 hari ke dataran tinggi Gayo hingga ke tanah Batak di Sumatera Utara. Saat itu Kempes berpangkat kolonel dan bertugas sebagai staf di bagian umum. Ia memaparkan berbagai kesaksiaannya atas tindakan Van Daalen dalam perjalanan dengan 10 brigade pasukan marsose itu.
Baca Juga: Kisah Remaja Aceh Membunuh Controleur Belanda
Namun, tentang jumlah korban pembantaian di Kuta Reh yang dilakukan pasukan Van Daalen itu punya beberapa versi. H C Zentgraaff dalam buku Atjeh menyebutkan jumlah rakyat Gayo yang dibantai sekitar 2.992 orang, terdiri dari 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan.
Sementara dalam buku The Dutch Colonial War In Aceh korban pembantaian di Kuta Reh berjumlah 516 orang, termasuk di dalamnya 248 perempuan dan anak-anak. Namun, foto-foto dalam buku Kempes jelas memperlihatkan bagaimana ribuan mayat bergelimpanan dalam benteng Kuta Reh tersebut.
Sampai kini, kisah tragis rakyat Gayo di Kuta Reh ini masih menjadi catatan suram. Aktivis GAM di Swedia, Asnawi Ali pada September 2011 silam pernah mengungkapkan kembali batang terendam dari kasus pembantaian ini, tapi kini tenggelam lagi.
Baca Juga: Sejarah Nasionalisasi Perusahaan Migas Asing
Foto-foto sadis dari pembantaian itu diabadikan oleh Kempes. Ia memuat keterangan foto tersebut dengan tulisan “hier werd iets groots verricht” di atas tulisan tersebut tampak ratusan marsose berdiri di salam benteng Kuta Reh dengan ribuan mayat bergelimpangan di depan mereka. Inilah pembantaian sipil terbesar dalam sejarah perang Aceh dengan Belanda.
Kempes juga mendokumentasikan sebuah lubang di tengah benteng Kuta Reh dengan mayat-mayat tergeletak. Ia juga mengabadikan seluruh bangunan di setiap sisi benteng. Mayat-mayat disusun dalam sebuah lubang yang sudah digali untuk dikuburkan secara massal. Satu-satunya yang hidup hanyalah seorang anak kecil yang terlihat duduk di antara gelimpangan mayat tersebut. Tentang anak kecil itu hingga kini masih menjadi misteri.
Foto lainnya juga menunjukkan mayat anak-anak dan perempuan tergeletak di antara lumbung padi (krong) dengan sebuah rumah. Foto-foto Kempes ini cukup berbicara tentang bagaimana sadisnya pembantaian yang dilakukan Belanda di Kuta Reh tersebut.
Baca Juga: Tiga Tokoh Aceh Rintis Misi Haji Pertama Indonesia
Adalah Van Huetsz selaku Gubernur Militer Belanda di Aceh yang paling bertanggung jawab atas pembantaian di Kuta Reh itu. Untuk ambisinya menaklukkan seluruh Aceh, Van Huetsz memerintahkan Van Daalen menyerang dataran tinggi Gayo Lues pada 1904.
Terbitnya buku Kempes, menjadikan Van Daalen sebagai aktor yang paling banyak dbicarakan. Ia dianggap sebagai perwira Belanda paling berlumuran darah di Aceh. Tindakan pembersihan etnis yang dilakukannya dinilai sama kejamnya dengan Van Huetsz.
Malah, Wekker dalam bukunya Hoe Beschaafd Nederland in the 20e Eeuw Vrede en Orde Schept op Atjeh semakin menambah kegemparan tentang pembantaian dan pembersihan etnis di Aceh yang dilakukan Van Daalen dan atasannya Van Huetsz.
Baca Juga: Sultan Siak Syarif Kasim dari Riau Pindah ke Aceh
Dampak dari terbitnya buku Kempees dan Wekker itu, Van Daalen yang kemudian menjabat sebagai Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh mengantikan Van Huetsz mengundurkan diri dari jabatannya.
Meski ia membela diri hanya sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang diberikan oleh Van Huetsz selaku Gubernur Militer Hindia Belanda di Aceh saat pembantaian itu terjadi. Meski dermikian Van Daalen tetap dianugerahi bintang jasa oleh Pemerintah Hindia Belanda atas jasa dan keberaniannya dalam perang di Aceh.[]
Baca Juga: Sekolah Penerbangan Lhoknga dan Kisah Pilot Aceh Generasi Pertama