JAKARTA| ACEHINFO-Pemerintah mengakui tiga kasus pembununan massal yang dilakukan tentara selama masa pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai pelanggaran HAM berat. Peristiwa itu terjadi di tiga wilayah yakni di Pidie, Aceh Utara dan Selatan.
Meski tidak menyampaikan permohonan maaf, Presiden Joko Widodo menyatakan negara menyesali terjadinya tindakan pelanggaran HAM berat yang dilakukan alat negara kepada warga sipil di sejumlah daerah termasuk Aceh.
“Saya sebagai kepala negara Republik Indonesia, mengakui pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat,” kata Jokowi dalam konferensi pers, Rabu (11/1).
Tiga kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Aceh antara lain adalah serangkaian pembunuhan yang dilakukan tentara di Rumoh Geudong di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie selama penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh hingga 1998. Pos statis yang dihuni Pasukan Khusus TNI-AD Kopassus itu menjadi salah satu tempat pembantaian warga yang dianggap berafiliasi dengan GAM.
Kedua kasus Pelanggaran Berat HAM yang diakui negara dan terjadi di Aceh adalah peristiwa pembantaian warga di Simpang KKA, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara pada tahun 1998. Saat itu tentara menembak warga sipil yang berunjuk rasa, secara membabi buta yang mengakibatkan ratusan nyawa melayang.
Pembantaian ketiga yang diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat yakni tragedi Jambo Keupok Aceh, di Aceh Selatan pada tahun 2003. Peristiwa ini terjadi di Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan, dimana puluhan penduduk desa itu dibunuh secara brutal oleh tentara.
“Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada korban dan keluarga korban,” ujar Jokowi.
Selain tiga peristiwa pembunuhan massal di Aceh itu, Jokowi juga mengakui 9 kasus pembununan massal lainnya yang dilakukan TNI dan Polri di sejumlah daerah lain di Indonesia. Salah satunya pembantaian ribuan orang di seluruh Indonesia yang dituduh sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sepanjang tahun 1965-1966.
Hingga kini puluhan atau bahkan ratusan kasus pembunuhan massal yang terjadi di Aceh selama pemberontakan GAM belum terselesaikan, termasuk 3 kasus pelanggaran HAM Berat yang telah diakui negara. Para korban hingga kini masih berjuang menuntut keadilan. []