26.3 C
Banda Aceh
spot_img
spot_img

TERKINI

Heboh Temuan Guci Hitam di Seuneuddon, Ini Kata Pakar

BANDA ACEH | ACEH INFO – Temuan guci hitam di wilayah aliran Krueng Mate, Seuneuddon, Aceh Utara, sempat menyita perhatian warga setempat pada Jumat, 28 Januari 2022 kemarin. Guci yang diduga peninggalan kebudayaan masa lalu Aceh itu ditemukan oleh para pekerja yang sedang melakukan normalisasi Krueng Mate menggunakan eskavator.

“Itu jenis guci batuan (dari) Martavan, Pegu, Vietnam. Di Aceh dikenal dengan Batee Padeuna atau Peudana. Umumnya berasal dari abad ke 16-18,” kata Ketua Central Information for Samudra Pasai Heritage (CISAH), Abdul Hamid, menjawab acehinfo.id.

Dia menyebutkan, guci Martavan yang ditemukan di Krueng Mate tersebut memang banyak beredar di Aceh pada masa lalu. Apalagi seperti Seuneuddon yang merupakan kawasan pesisir.

Dari hasil penelusuran CISAH di tahun 2013, hampir di setiap desa ditemukan tembikar yang asalnya dari Martavan. Guci tersebut bahkan pernah ditemukan di pedalaman-pedalaman Kalimantan (Borneo) yang bagi orang Dayak sangat disakralkan.

“Di hutan-hutan adat Dayak di Kalimantan sampai sekarang masih dilakukan eskavasi, banyak ditemukan guci Martavan berisi tulang belulang terkait tradisi kubur tempayan,” kata pria yang akrab disapa Abel tersebut.

Hal senada disampaikan Tim Peneliti Masyarakat Peduli Sejarah (Mapesa) Aceh, Arya Purbaya. Dia membenarkan bahwa stoneware atau guci keramik yang terbuat dari batu itu diduga berasal dari Martavan. “Martavan itu kalau sekarang di Myanmar,” kata Arya.

Lihat video: Heboh Guci Hitam Ditemukan pada Aliran Krueng Mate Aceh Utara

Dia menduga tahun pembuatan guci tersebut dari abad 16 Masehi atau lebih awal. Hal ini merujuk pada penelitian Pires yang juga menyebutkan bahwa perdagangan dari Pegu, termasuk bandar Martavan, memiliki dua tujuan utama. “Malaka dan Pasai,” kata Arya.

Dari catatan sejarah, menurut Arya, sejak awal abad-abad 15 atau 16 Masehi tersebut, orang-orang Pasai dan Malaka juga sering mendatangi Pegu selain orang Gujarat. “Jadi ada hubungan timbal balik dalam bentuk perdagangan antara Malaka, Pasai dan orang-orang Pegu Martavan,” kata Arya.

Martavan, menurut Arya, di masa lalu memang dikenal sebagai kawasan penghasil guci. Popularitas benda yang dibuat di Bandar Martavan ini bahkan cenderung menjadi penamaan untuk guci itu sendiri. “Sangat terkenal sekali guci-guci dari Martavan, guci-guci mereka, saking terkenalnya, barang tersebut sampai disebut Martavan walaupun barang yang serupa itu tidak dibuat di Martavan, misal dibuat di China atau di Thailand, tetapi orang kita itu masih menyebut guci Martavan,” kata Arya.

Arya mengatakan, guci Martavan tersebut bukan hal langka dan sering ditemui di rumah-rumah tua Aceh. Guci seperti itu menurutnya juga banyak ditemukan di meunasah-meunasah tua atau masjid-masjid tua. “Tapi yang bukan bentuk guci, itu bentuk besar untuk air, itu kan dari Martavan juga. Guci-guci besar yang keramat di Pidie itu, kan dari Martavan juga,” ujarnya.

Guci-guci tersebut pada masa lalu merupakan barang ekspor terkenal yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Martavan. Selain itu, guci-guci tersebut juga dipakai sebagai wadah untuk membawa garam, minyak, dan mentega dalam kehidupan kebudayan masa lalu.

Tidak hanya membawa guci-guci ke Malaka dan Pasai, para pedagang dari Pegu termasuk dari Bandar Martaban juga sering memboyong air raksa dan tembaga dari Malaka. Para pedagang dari Pegu itu juga membeli kain China seperti sutra setiap singgah di Malaka. “Nah setelah dari Malaka, biasanya para pedagang ini tetap mampir ke Pasai sebelum pulang ke Pegu. Di Pasai mereka membeli merica atau lada untuk dibawa ke kampung halaman mereka,” kata Arya.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS