Gunongan tempat bermain keluarga para raja, dikenal sebagai Taman Ghairah. Dilukiskan dengan indah dalam kitab “Bustanussalatin” karya ulama besar yang juga Mufti Kerajaan Aceh, Syeikh Nurruddin Ar Raniry.
Kitab Bustanussalatin yang bermakna taman para raja, ditulis oleh Syeikh Nurruddin Ar Raniry atas perintah Sultan Iskandar Thani. Kitab itu mulai ditulis pada tanggal 17 Syawal 1047 H. Kitab tersebut merupakan karya Syeikh Nurruddin Ar-Raniry terbesar diantara sejumlah karya-karyanya. Dan merupakan karya terbesar pula yang pernah ditulis oleh pengarang-pengarang Melayu.
Sampai sekarang kitab ini masih menjadi bahan kajian para sejarawan manca-negara. Dalam kitab itu digambarkan keindahan Taman Ghairah, yakni taman para raja. Ar Raniry menulis:
“Pada zaman bagindalah berbuat suatu bustan, yaitu kebun, terlalu indah-indah, kira-kira seribu depa luasnya. Maka ditanami berbagai bunga-bungaan dan aneka buah-buahan. Digelar Baginda bustan itu Taman Ghairah.”
Baca Juga: Pesawat Seulawah RI 001 dan Kisah Jamuan Makan Soekarno
Keindahan Taman Ghairah yang disebutkan dalam kitab Bustanussalatin, pernah distulis oleh Dr Hoesein Djajaninggrat pada tahun 1961 dalam bahasa Belanda, kemudian diterjemahkan oleh Aboe Bakar dan Ibrahim Alfian.
Diceritakan, taman gunung (Gunongan) di dalamnya sangat memukau. Taman itu sangat luas dan daliri oleh sungai Darul Isyki, kini dikenal sebagai Krueng Daroy. Taman itu dipenuhi tumbuhan bunga dan buah. Di dalam taman juga terdapat bangunan-bangunan yang terbuat dari batu pualam warna-warni, serta tiang-tiang yang terbuat dari tembaga, perak, dan suasa yang berukir indah. Bangunan yang masih tersisa sampai sekarang adalah gunongan dan pinto khop.
Dikisahkan dalam kitab Bustanussalatin, air sungai Darul Isyki sangat sejuk dan menyehatkan, bersumber dari mata air di bawah jabalul a’la di arah magrib. Sekarang dikenal sebagai tempat wisata pemandian Mata Ie.
Di pertengahan jalur sungai Darul Isyki ditemukan sebuah pulau kecil bernama Pulau Sangga Marmar, berlapis batu dan dikelilingi karang aneka warna yang disebut Pancalogam. Ada pula jembatan besar yang indah yang dinamai Rambut Kamalai.
Baca Juga: Jejak Atjeh Bioscoop Dalam Fragmen Sejarah
Diceritakan pula berbagai jenis batu yang dipakai sebagai tarupan tanah dan lereng, serta tebing sungai, diselingi oleh taman bunga dan berbagai pohon yang berbuah. Oleh sultan Aceh, taman ini digelar Taman Ghairah.
Begitulah Syeikh Nuruddin Ar Raniry menggambarkan keindahan dalam Bustanussalatin. Marwah taman itu bukan saja karena aneka bangunan mungil yang sesak dengan berbagai material pembangunannya, tapi juga oleh beragam jenis tanaman bunga dan buah yang membuat keasrian taman sangat alami.[]
Baca Juga: Benteng Indra Patra Riwayat Patriotik Inong Balee