24.9 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

DPRA Diminta Bentuk Pansus JKA

BANDA ACEH | ACEH INFO – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) diminta untuk membentuk Pansus terkait transparansi data yang berimbas pada penghentian Jaminan kesehatan Aceh (JKA). Hal ini penting karena kebijakan yang dikeluarkan pemerintah saat ini melukai hati rakyat Aceh.

“Kita berharap DPRA itu membuat Pansus, sehingga bisa memanggil semua pihak terkait, semua pihak terlibat, baik dari unsur Pemerintah Aceh maupun BPJS dan dibuka secara terang benderang, diminta datanya. Sebenarnya seperti apa? Berapa persen masyarakat Aceh yang mampu atau tidak pernah mengakses BPJS walaupun memiliki kartu,” kata Koordinator Majelis Peduli Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal menjawab acehinfo.id, Rabu, 16 Maret 2022.

Dia menduga tidak semua pemilik kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menggunakan layanan kesehatan dari lembaga tersebut. Apalagi jika mekanisme atau prosedur yang ditempuh ketika berobat dengan menggunakan BPJS terlalu rumit dan panjang.

“Mereka malas berurusan dengan mekanisme dan prosedur yang ditetapkan, harus ambil rujukan sana, rujukan sini, mereka lebih memilih untuk ke rumah sakit swasta, dengan membayar secara mandiri. Ini yang harus di-clear-kan. Di Pansus juga harus di-clear-kan,” kata Syakya.

Baca juga: JKA Disetop, MPO: Pemerintah Aceh Salah Sasaran Tembak!

Dia juga berharap Pansus nantinya dapat mengungkap benar atau tidaknya isu-isu miring terkait program BPJS yang mengelola Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) selama ini. Syakya mencontohkan isu-isu yang dimaksud misalnya, dugaan adanya permainan oknum rumah sakit atau oknum tenaga kesehatan, dugaan permainan obat, bahkan mencurangi tindakan medis agar memperoleh jasa lebih besar dan semacamnya.

“Nah, persoalan-persoalan seperti ini harus dibongkar secara terang benderang melalui Pansus JKA. Kita dorong DPRA untuk membentuk Pansus itu sesegera mungkin,” pinta Syakya.

Namun, sebelum Pansus itu dibentuk, Syakya meminta dengan tegas agar Pemerintah Aceh dan DPRA memastikan layanan kesehatan terhadap masyarakat Aceh dalam program JKA terus berlanjut. Minimal menurutnya hingga akhir 2022 sesuai amanah dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2017-2022. Selain itu, JKA juga disebutkan tidak boleh dihentikan sebelum berakhir tahun 2022, karena merupakan janji kampanye Irwandi-Nova yang juga menjadi visi Aceh Hebat poin pertama, yaitu JKA Plus.

Baca: Soal JKA, DPD RI Diminta Panggil Petinggi BPJS Kesehatan

“Jadi memastikan bahwa sampai akhir periode Nova Iriansyah itu bukan hanya tanggal berakhirnya ya, tetapi sampai akhir tahun 2022 itu, harus dipastikan masih ada layanan kesehatan dari JKA,” lanjut Syakya.

Setelah Pansus dibentuk dan di kemudian hari terdapat fakta-fakta baru di lapangan, maka Syakya menyebutkan DPRA dan Pemerintah Aceh wajib menyusun formulasi baru seperti bagaimana mencari solusi terkait program pembiayaan JKA. Jika memungkinkan Syakya tetap berharap JKA ditanggung dari APBA. Namun jika tidak, eksekutif dan legislatif harus mencari skema lain. “Ini harus diluruskan,” kata Syakya.

“Saya pikir satu-satunya yang bisa dilakukan secepat mungkin adalah dibentuk Pansus itu, kita meminta Pemerintah Aceh dan DPRA untuk duduk bersama, untuk solusi jangka pendek, untuk membicarakan keberlanjutan JKA paling tidak hingga akhir tahun 2022. Sambil menunggu hasil Pansus. Nah, ketika hasil Pansus diberikan, baru berbicara skema jangka panjang seperti apa,” papar Syakya.

Sebagai masyarakat Aceh, Syakya sangat tidak sepakat dengan penghentian program JKA meski sifatnya sementara. Dia menilai ada dua persoalan berbeda yang muncul dalam kasus tersebut. Namun, menurut Syakya, sayangnya Pemerintah Aceh dan DPRA menggunakan perspektif parsial dalam persoalan JKA hari ini.

“Mereka hanya melihat soal tumpang tindih data, dan tidak transparannya BPJS dalam menyediakan data terkait penggunaan anggaran JKA ini. Padahal ini kesalahan di level pemerintahan, jangan kesalahan di level pemerintahan, ditimpakan kepada rakyat. Ini ada dua persoalan berbeda, persoalan di dua ruang yang berbeda, soal layanan kesehatan terhadap rakyat dan soal tata kelola yang salah. Ini kamarnya berbeda, jangan dicampur aduk,” kata Syakya.

Dia meminta Pemerintah Aceh dan DPRA dapat melihat persoalan JKA dari perspektif komprehensif dan tidak mengambil jalan pintas, dengan menutup layanan kesehatan yang sangat bermanfaat kepada masyarakat akar rumput.

“Itu bukan solusi, itu hanya akan menambah masalah,” lanjutnya.

Menurutnya jika layanan JKA dihentikan bakal ada persoalan teknis yang berpotensi konflik di lapangan. Persoalan yang dimaksud Syakya semisal tidak adanya sosialisasi secara luas kepada masyarakat pengguna layanan JKA melalui BPJS.

“Ketika misalnya masyarakat selama ini yang menerima layanan JKA datang karena mereka pegang kartu BPJS, tapi tidak dilayani. Sementara kondisi pasien yang dibawa dalam kondisi kritis. Nah ini akan menimbulkan gesekan antara keluarga pasien dengan tenaga medis,” katanya.

Menurutnya hal itu akan menjadi persoalan-persoalan yang berpotensi muncul di kemudian hari dan harus diantisipasi agar jangan sampai terjadi. “Jadi tidak boleh melihat hal ini secara parsial harus dengan perspektif yang lebih komprehensif. Saya pikir seperti itu,” pungkas Syakya.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS