BEIJING | ACEH INFO – Setelah sekian lama diam, Presiden China Xi Jinping akhirnya buka suara terkait perang Rusia dan Ukraina.
Dalam pertemuan virtual bersama, dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, ia menegaskan China mendukung pembicaraan damai Moskow dan Kyiv.
Xi menyebut situasi perang sangat mengkhawatirkan. Ia meminta kedua belah pihak memaksimalkan pengendalian diri.
“(China) sedih melihat api perang menyala kembali di Eropa,” tegasnya dimuat CNBC International sebagaimana disebutkan CCTV dalam laporannya Selasa (8/3/2022) malam waktu setempat.
Hal sama juga dimuat AFP mengutip pernyataan tambahan dari Kementerian Luar Negeri China. Xi Jinping menegaskan China akan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Prancis, Jerman dan Uni Eropa (UE) termasuk bekerja sama secara aktif dengan masyarakat internasional soal penyelesaian masalah keduanya.
“Semua upaya kondusif untuk penyelesaian damai krisis harus didukung,” tambahnya.
“Ini bukan untuk kepentingan siapa pun. Kita perlu secara aktif mengadvokasi visi keamanan bersama, komprehensif, kooperatif, dan berkelanjutan,” uyar Xi lagi.
Namun di saat yang sama, Xi juga mengutuk sanksi Barat ke Rusia. Ini disebut akan mere dam perbaikan ekonomi global yang sebelumnya dirusak pandemi Covid-19.
Sebelumnya desakan muncul agar China dan Xi Jinping menjadi “juru selamat” perang Rusia Ukraina. Hal ini dikatakan investor dan milliner AS Bill Ackman.
Hal yang sama juga disampaikan oleh ekonom asal AS Stephen Roach. Ia mengatakan Presiden China Xi Jinping merupakan sosok yang dapat menengahi kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina.
“Hanya ada satu orang di dunia, saya pikir, yang memiliki pengaruh atas Vladimir Putin, dan itu Xi Jinping,” kata Roach.
“Maksud saya, China benar-benar memegang kartu truf di sini dan saya pikir terserah Xi untuk memanfaatkan momen ini.”
Pernyataannya bukan tanpa alasan. Setelah berondongan sanksi diberikan AS dan sekutu, China telah mengatakan tidak akan berpartisipasi dalam sanksi. Bahkan pemerintah Xi Jinping menolak untuk menyebut serangan Rusia di Ukraina dengan kata “invasi”, yang kerap dipakai Barat.
China juga abstain dari pemungutan suara pada resolusi PBB untuk menegur Rusia.
Beijing malah mempromosikan negosiasi dan memposisikan dirinya “lebih jauh” dari Rusia, daripada yang digambarkan pada awal Februari lalu saat Xi Jinping dan Putin bertemu.
Roach pun mengatakan sudah seharusnya China menghentikan Rusia. Menurutnya, akan menjadi kesalahan bagi Beijing untuk menggandakan kemitraannya dengan Moskow ketika dunia memberikan tekanan luar biasa pada Rusia.
China, tegasnya, akan dicap bersalah dalam waktu yang sangat lama. “Itu akan menjadi kesalahan besar bagi Xi Jinping,” kata Roach lagi.[]