28.6 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Bank Aceh Jalo Dua Pawang

Kisruh Bank Aceh tampaknya belum lagi berakhir. Terbaru, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Zulfadli meminta Gubernur Aceh Muzakir Manaf selaku Pemegang Saham Pengendali (PSP) agar memecat Komisaris Utama (Komut) Bank Aceh, Azwardi.

Politisi Partai Aceh yang dikenal sebagai Abang Samalanga ini menilai Azwardi tidak menjalankan fungsinya dalam meredam gejolak dan dinamika yang terjadi di bank milik rakyat Aceh tersebut. Gejolak tersebut berupa ganjang-ganjing pergantian direksi yang menyebabkan Governance Structure Bank Aceh jadi timpang.

Dampak dari ketimpangan itu adalah terjadinya dualisme kepemimpinan di Bank Aceh, antara Fadhil Ilyas dan Muhammad Hendra Supardi yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut). Fadhil Ilyas ditunjuk sebagai Plt Dirut pada 6 Mei 2024, sementara Hendra Supardi pada 14 Maret 2025. Tiga hari kemudian pada 17 Maret 2025, Fadhil Ilyas diusulkan kembali menjadi Dirut.

Belum adanya kepastian siapa Dirut Bank Aceh yang defenitif, juga berdampak pada internal Bank Aceh tersediri, konon katanya karyawan terbelah antara yang pro Fadhil Ilyas dengan pro Hendra Supardi. Maka ini tak ubahnya seperti ungkapan saboh jalo dua pawang, saboh pasukan dua panglima.

Kabar di internal Bank Aceh juga menyebutkan, baik Fadhil Ilyas maupun Hendra Suparti dalam bertindak kembali pada posisi sebelumnya, Fadhil Ilyas sebagai Direktur Bisnis, sementara Hendra sebagai Direktur Dana dan Jasa.

Bila kabar ini benar, berarti jabatan Dirut Bank Aceh “kosong”. Siapa yang akan berindak atas nama Bank Aceh jika sesuatu masalah hukum terjadi, katakanlah misalnya, Bank Aceh digugat oleh nasabah, bahkan mungkin oleh karyawannya sendiri.

Dualisme kepemimpinan bisa menjadi ancaman bagi stabilitas Bank Aceh. Ancaman itu kian nyata setelah di internal Bank Aceh sendiri terjadi perbedaan pendapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) dengan Direksi, ditambah lagi dengan kenyataan yang terjadi bahwa jajaran Komisaris juga “melempem” dalam mengurai persoalan internal dan eksternal bank. Maka sangat wajar ketika Ketua DPRA meminta agar Gubernur sebagai PSP memecat Komisaris Utama.

Agar persoalan Bank Aceh tidak semakin melebar, Pemerintah Aceh dan stakeholders terkait perlu segera mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan dualisme kepemimpinan. Transparansi dan profesionalisme dalam pengelolaan bank harus menjadi prioritas utama untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menjaga stabilitas keuangan daerah.

Dengan demikian, Bank Aceh dapat kembali menjalankan fungsinya sebagai lembaga keuangan yang sehat dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi daerah. Kejelasan dan ketegasan dalam kepemimpinan bank sangat dibutuhkan untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas.

Bila tidak, maka kisruh ini akan menggerogoti Bank Aceh itu sendiri, diantaranya akan berdampak pada krisis reputasi bank, yang akan menyebabkan bank kehilangan kepercayaan publik. Krisis reputasi juga akan merembes pada pada resiko pasar, nasabah akan takut menempatkan dananya di Bank Aceh yang bisa menyebabkan Bank Aceh kesulitan likuditas.

Jika langkah penyelamatan tidak segera dilakukan, dan dualisme kepemimpinan berlanjut. Maka Bank Aceh tak ubahnya seperti ungkapan Endatu Aceh tempo dulu dalam hadihmaja; hana digob na geutanyoe, saboh inong dua lakoe, saboeh nanggroe dua raja.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS