BANDA ACEH | ACEH INFO – Slogan Kota Pusaka yang digadang-gadang Wali Kota Banda Aceh dinilai berbanding terbalik dengan realita di lapangan. Situs sejarah yang seharusnya diselamatkan untuk menjadi devisa masa depan dalam konteks pariwisata kota Banda Aceh, kini malah banyak dihancurkan dan terabaikan.
Demikian kesimpulan yang disampaikan Aceh Lamuri Foundation (ALIF) menyikapi rencana pemerintah untuk melanjutkan proyek Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande, Banda Aceh. Proyek tersebut sebelumnya sempat berhenti setelah menuai protes, dan rencana dilanjutkan kembali pada tahun 2022 ini.
“Untuk apa Wali Kota Banda Aceh sibuk dengan penghargaan-penghargaan dan slogan-slogan Banda Aceh Kota Pusaka, kalau Wali Kota Banda Aceh sendiri justru memusnahkan dan mengilangkan segala warisan pusaka bangsa Aceh,” ujar Pimpinan ALIF, Yulindawati, melalui siaran pers yang diterima acehinfo.id, Kamis, 17 Februari 2022.
Wali Kota Banda Aceh sebagai perpanjangan tangan pemerintah di ibu kota Aceh, menurut pandangan ALIF, diduga banyak sekali membuat kesalahan dengan merusak situs cagar budaya. Mereka merincikan seperti pembangunan gedung di kompleks Taman Sari, pemindahan Pasar Peunayong tanpa persetujuan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan membangun Pasar Al Mahirah di Lamdingin di atas pemakaman era kesultanan.
Selain itu, menurut ALIF, Pemerintah Kota Banda Aceh juga terkesan membiarkan situs cagar budaya kompleks makam Sultan Jamalul Alam dijadikan lapak menjual mie bakso di kawasan Pasar Aceh.
Yulindawati juga heran dengan sikap Pemerintah Banda Aceh yang terkesan menghalalkan segala cara untuk melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande. Hal itu menurutnya diperkuat dengan mencatut nama Keuchik Gampong Pande yang disebutkan mendukung keberlanjutan proyek IPAL di lokasi mereka.
Padahal, menurut ALIF, masyarakat Gampong Pande dan keuchik sendiri sudah membantah hal itu dengan mengirimkan surat bertandatangan serta bermaterai kepada Menteri PUPR.
“Ulah Wali Kota ini sangat memalukan dan dapat dituntut secara hukum. Prilaku seperti ini hanya dilakukan oleh para preman untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya, tapi ini justru dilakukan oleh para pejabat. Betul-betul dunia sudah terbalik,” kata Yulindawati seraya mengaku adanya ancaman dan teror terhadap aktivis sejarah terkait penolakan proyek IPAL.
Baca: Warga Masih Konsisten Tolak IPAL di Gampong Pande
Seperti diketahui, pemerintah kembali merencanakan keberlanjutan pembangunan IPAL di kawasan situs Gampong Pande. Rencana itu disampaikan Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Aceh Mohd Yoza Habibie beberapa waktu lalu, seperti dilansir Waspada edisi Jumat 4 Februari 2022.
Baca: Pemerintah Lanjutkan Proyek IPAL di Gampong Pande
Rencana melanjutkan proyek ini langsung mendapat reaksi keras dari aktivis kebudayaan, seperti Peusaba. Mereka bahkan mengutuk rencana proyek IPAL tersebut yang sebelumnya sempat dihentikan beberapa tahun.
Baca: Proyek IPAL Dilanjutkan 2022, Peusaba: Terkutuk!
Kawasan Muara Krueng Aceh yang saat ini menjadi lokasi proyek IPAL dan telah berdiri instalasi IPLT serta tempat pembuangan akhir (TPA) sampah tersebut disebutkan bernilai penting. Selain Krueng Aceh yang sudah lama menjadi landmark daerah, di kawasan muara sungai itu juga pernah berdiri dua benteng era kesultanan Aceh.
Keberadaan benteng ini kemudian dipaparkan oleh pegiat Aceh Darussalam Academy berdasarkan peta Portugis yang dimuat dalam manuskrip terbitan tahun 1646 Masehi.
Baca: Peta Kuno Portugis Ungkap Pentingnya Kawasan Muara Krueng Aceh
Pentingnya kawasan Muara Krueng Aceh juga disampaikan aktivis Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) dalam surat rekomendasi terkait proyek IPAL di Gampong Pande. Dalam rekomendasi tersebut, Mapesa menegaskan agar kawasan muara Krueng Aceh tidak diganggu oleh alat berat demi kepentingan ilmu pengetahuan, dan sejarah penting peradaban Aceh di masa depan.
Baca: Rekomendasi Mapesa
Hingga saat ini, Pemerintah Kota Banda Aceh pun sama sekali belum menganggap penting kawasan Muara Krueng Aceh. Ini terlihat belum adanya upaya keberlanjutan dari pihak pemerintah kota ataupun instansi terkait untuk mendaftarkan kawasan Krueng Aceh dalam situs Cagar Budaya.
Baca: MSI: Usulan Kawasan Cagar Budaya Muara Krueng Aceh Ibarat Lingkaran Setan
Belakangan hal itu diungkap oleh Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) yang menganggap pengajuan kawasan situs cagar budaya tersebut seperti lingkaran setan.[]