BANDA ACEH | ACEH INFO – Akademisi UIN Ar-Raniry dan USK Banda Aceh menyatakan bahwa sudah seharusnya Qanun LKS Aceh dilakukan evaluasi dan revisi agar norma-norma hukum menjadi lebih bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat Aceh.
Hal ini disampaikan oleh Mawardi Ismail dan Prof Muhammad Maulana, dalam Webinar Nasional yang berjudul “Qanun LKS, Peluang dan Tantangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Aceh Paska 2024”.
Acara ini dilaksanakan oleh Prodi HES UIN Ar-Raniry Banda Aceh bekerjasama dengan KAHMI Aceh, Serikat Islam, Lakpesdam Nahdlatul Ulama Propinsi Aceh dan Himpunan Mahasiwa Hukum Ekonomi Syariah (HIMAHESA).
Acara yang dimoderasi oleh Chairul Fahmi, diikuti oleh lebih 90 peserta dari berbagai kalangan, baik dari Aceh maupun dari luar Aceh bahkan dari Australia.
Mawardi Ismail mengatakan bahwa harus diakui bahwa untuk mengukur pertumbuhan ekonomi Aceh tidak cukup hanya dengan melihat peran Qanun LKS dan implementasinya.
Namun banyak faktor lainnya, seperti Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), modal, investasi dalam negari dan asing serta faktor lainnya.
Meskipun demikian, Qanun LKS juga mempunyai perang penting dan strategis, tidak saja dalam Upaya pelaksanaan syariat Islam secara kaffah, namun berpengaruh terhadap system perekonomi dan keuangan di daerah
Misalnya, pada awal-awal pelaksanaan qanun tersebut, pemerintah tidak mengantipasi terhadap dampak buruk terhadap transaksi keuangan Lembaga usaha bisnis atau UMKM. Banyak transaksi yang gagal, proses transfer antar perbankan yang mahal dan lain sebagaimana.
Lanjut Mawardi, seharusnya dengan kebijakan pemerintah yang memberikan hak monopoli tersecara system kepada perbankan syariah di Aceh. Masyarakat diberikan fasilitas yang melebihi dari bank konvensional, baik dalam konteks pelayanan mapuan pembiayaan.
Sehingga animo masyarakat memilih bank Islam, bukan saja karena faktor religious tapi juga faktor ekonomi dan lebih unggul dari bank konvensional.
Hal yang sama disampaikan Prof Muhammad Maulana, yang juga penulis buku “Qanun LKS: Peluang dan Tantangan”.
Menurutnya, ada banyak hal yang harus dievaluasi dari qanun, baik norma maupun implementasinya. Misalnya, terkait dengan norma hukum, saat ini tidak ada ketentuan tentang Lembaga yang menegakkan hukum jika ada norma dari qanun tersebut dilanggar.
Kemudian, banyaknya perbankan konvesional online (virtual banking) yang beredar di Aceh, juga tidak ditertibkan. Belum lagi, rentenir dan sebagainya.
Selain itu, dalam pelaksanaan, misalnya Pasal 14 Qanun LKS memerintahkan agar Lembaga Keuangan Perbankan Syariah mengutamakan penggunaan akad bagi-hasil dalam penyaluran dana (pembiayaan).
Namun pembiayaan yang digunakan oleh perbankan syariah umumnya menggunakan akad jual-beli (murabahah). Akad jual-beli juga rata-rata margin ratenya lebih tinggi dari perbakan konvensional.
Sementara salah satu peserta Webinar yang juga praktisi pasar modal di Aceh, Muslim Hasan Birga, menyampaikan saat ini pelaksanaan qanun LKS belum menyentuh koperasi. Di Aceh lebih dari 3000 koperasi, namun hanya beberapa yang sudah konversi ke Syariah.
Hal ini menjadi PR yang sangat besar bagi kampus dan pemerintah Aceh ke depan. “Jika ingin pelaksanaan Qanun LKS sebagai payung hukum pelaksanaan syariat Islam bidang perekonomian berjalan sempurna. Maka tidak saja perbankan yang dikonvesi ke syariah tapi semua Lembaga keuangan non-bank juga harus berbasis system syariah,” imbuhnya.
Salah seorang pengacara senior bidang perdata, ihsan Fajri, menegaskan, banyak sekali praktik leasing yang tidak sesuai dengan syariat Islam di Aceh. Pihak leasing asal saja menarik objek transaksi yang tertunda pembayaran, yang dilakukan oleh debt collector, padahal sudah ada Keputusan MK dan UU Fidusia yang melarangnya.
“Sayangnya hal-hal seperti ini belum diatur secara khusus dalam Qanun LKS,” katanya.
Pada kesempatan itu, Muzakkir dari IAIN Langsa mengatakan pemerintah harus serius menerapkan Qanun LKS agar tidak hanya nama syariah tapi praktiknya tidak syariah.
Sekretaris Prodi HES UIN Ar-Raniry Banda Aceh yang juga Ketua Panitia, Azka Amalia Jihad, mengatakan bahwa webinar ini dilakukan untuk mendiskusi isu-isu krusial terkait dengan perkembangan syariat Islam di Aceh bidang ekonomi.
Kegiatan ini sekaligus menjadi referensi bagi Pemerintah Aceh ke depan dan pihak-pihak lainnya, agar Aceh menjadi role model dalam pengembangan perekonomian berbasis syariah yang mempunyai nilai-nilai universal dan bermanfaat bagi umat,” pungkasnya.[]
Editor: Izal Syafrizal