Pada 6 Januari 1949, Radio Rimba Raya menyiarkan seruan dari Panglima Tentara Teritorial Sumatera Kolonel Hidajat yang meminta agar para pejuang dari Aceh dikerahkan ke Front Medan Area untuk melawan Belanda.
Agresi Belanda kedua ke Indonesia berhasil menguasai seluruh wilayah republik, kecuali Aceh. Para pemimpin Republik Indonesia juga ditawan Belanda. Karena itu Belanda mengklaim bahwa Indonesia tidak ada lagi.
Tapi klaim tersebut dibantah oleh para pejuang di Aceh. Dari dataran tinggi Rimba Raya, Bener Meriah, radio perjuangan menyampaikan siaran dalam empat bahasa, Indonesia, Inggris, Belanda, dan bahasa Arab.
Baca Juga: Aceh Daerah Modal dan Kisah di Balik Konferensi Asia
Dalam siara Radio Rimba Raya ada satu kalimat yang selalu diulang-ulang. “Republik Indonesia masih ada, karena pemimpin republik masih ada, tentara republik masih ada, wilayah republik masih ada, dan di sini adalah Aceh.” Siaran radio ini terdengar hingga ke beberapa negara Asia, hingga menjadi bahan diplomasi LN Palar wakil Indonesia di luar negeri dalam diplomasi mencari dukungan kemerdekaan bagi Indonesia.
Untuk menggerakkan perlawanan rakyat, Radio Rimba Raya pada 6 Januari 1949 juga menyiarkan seruan dari Panglima Tentara Teritorial Sumatera Kolonel Hidajat. Karena Aceh belum bisa dimasuki oleh Belanda, para pejuang dari Aceh dikerahkan ke Medan untuk menggempur Belanda dari sisi barat.
Kolonel Hidajat menyerukan supaya digencar perang secara totaliter, gerilya, dan bumi hangus setiap kota yang diduduki Belanda. Tekanan terhadap Belanda harus digencarkan agar Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta yang ditawan Belanda di Pulau Bangka dibebaskan.
Baca Juga: Radio Rimba Raya Bantah Propaganda Belanda
Dalam seruan yang berbentuk komunike tersebut Kolonel Hidajat menegaskan, “Penangkapan dan penahanan terhadap pemimpin-pemimpin kita adalah suatu penghinaan yang harus ditembus dengan menghancurkan musuh di tanah air kita. Kepada rakyat dan anggota angkatan perang diserukan supaya bersatu membalas kebiadaban dan kebusukan Belanda.”
Kolonel Hidajat selaku Panglima Tentara Teritorial Sumatera juga menegaskan menolak setiap ajakan gencata senjata (cease fire) karena Belanda sudah berhasil dikepung dari segala arah di Kota Medan. Perlawanan rakyat semakin gencar dilaksanakan di Sumatera Utara, pembakaran wilayah-wilayah yang diduki Belanda terjadi.[]