JAKARTA | ACEH INFO – Arab Saudi mengalami transformasi besar menuju negara yang semakin bebas menyerap budaya dari luar.
Pemerintah dua tahun belakangan mulai mengizinkan perayaan seperti Natal, Tahun Baru, Valentine, hingga Imlek. Perayaan-perayaan itu tampak semarak di sejumlah kota di Saudi tahun ini.
Pemerintah juga melakukan amendemen peraturan kesopanan di ruang publik yang tidak lagi ketat. Para pria kini boleh memakai celana pendek kecuali di masjid dan kantor pemerintah.
Pertanyaan pun muncul, bagaimana dengan status dua Kota Suci, Mekah dan Madinah, di tengah semangat keterbukaan Saudi terhadap budaya luar? Apakah Natal hingga Valentine juga boleh dirayakan di sana?
Duta Besar Kerajaan Arab Saudi, Syekh Essam bin Abed Al-Taqafi mencoba menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com terkait keterbukaan di negara itu saat jumpa pers di Kedubes Saudi, Kuningan Jakarta Selatan.
“Perayaan-perayaan tahun baru masehi dan lain sebagainya, itu dipastikan dirayakan di luar Kota Suci, Mekah dan Madinah,” tutur Syekh Essam.
Ia seraya menegaskan perubahan besar Saudi yang semakin terbuka tetap tak akan berlaku di dua kota yang disakralkan umat Islam seluruh dunia.
“Kedua Kota Suci ini akan tetap dijaga kesakralannya. Sebagai bentuk menjaga kesucian masjid di Mekah (Masijdil Haram) dan Madinah (Masjid Nabawi),” ia menambahkan.
Syekh Essam sebelumnya secara blak-blakan mengungkapkan alasan Saudi kini menjadi lebih terbuka, termasuk mengubah peraturan-peraturan yang dinilai terlalu konservatif.
“Pengaruh dari luar tidak dapat ditolak sama sekali. Itu sebuah keniscayaan karena Saudi merupakan bagian dari dunia yang terus mengalami perubahan karena pengaruh dari luar. Begitu pula Saudi,” kata Syekh Essam.
“Perayaan-perayaan tersebut adalah bagian dari budaya dunia. Saudi pun bagian dari dunia sehingga tidak bisa mencegah masuk karena sekarang informasi begitu mudah diterima oleh siapapun juga,” kata Syekh Essam.[]