BANDA ACEH | ACEHINFO Kini karya karya musik semakin berkembang dengan pesat. Dalam proses pengembangan karya tersebut, pencipta karya harus memastikan proteksi terhadap hak moral dan ekonominya.
Atas dasar itu, Langgam Kreasi Budaya mengadakan Sosialisasi dan Edukasi Lembaga Manajemen Kolektif Berbasis Musik Tradisi Nusantara di Ivory Caffe Banda Aceh pada Senin, 14 April 2025.
Sosialiasi dan edukasi tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi pelaku musik tradisi nusantara bisa mendapatkan hak kekayaan dan moral atas karya yang telah diciptakan.
Pada kegiatan tersebut hadir Ketua Langgam Kreasi Budaya, Shatria Dharma, Perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Syahrul Arbi, dan puluhan pelaku seni di Aceh. Tampil pula grup musik tradisional, Puppa Ethanica yang menghibur para peserta.
Kegiatan yang bekerjasama dengan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, Dana Indonesiana dan LPDP tersebut berjalan dengan keantusiasan dari peserta dan pemateri.
Ketua Langgam Kreasi Budaya, Shatria Dharma menyebut, saat ini ada 15 Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia, namun yang konsentrasi pada musik tradisional baru ada satu yaitu LMK Berbasis Musik Tradisi Nusantara yang terdiri dari Langgam Kreasi Budaya, Citra Nusa Swara dan Pro Karindo Utama
Untuk meningkatkan eksistensi karya seni, Lembaga Manajemen Kolektif ini bertujuan untuk mengumpulkan, menghimpun dan mendistribusikan royalti. Shatria juga menyebut, LMK berfokus untuk memproteksi hak ekonomi, khususnya performing royalti dari para pencipta, pemain dan produser musik.
“LMK dijamin oleh Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Para pelaku seni dan pencipta karya dapat memproteksi hak ekonomi dan hak moral atas karyanya melalui LMK yang ada,” sebut Shatria.
Ia menambah, LMK tersebut bertujuan untuk mendukung pengelolaan budaya, memperkuat musik nusantara, memproteksi hak moral dan ekonomi pencipta karya, dan meningkatkan pendapat ekonomi anggota.
“Kerjasama dengan music publisher perlu dilakukan untuk melakukan litigasi apabila terjadi pelanggaran hak cipta. Sehingga tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk menggugat apabila terjadi pelanggaran.” ucapnya.
Selanjutnya, Shatria menuturkan, setiap pengguna musik, ketika memainkan musik secara langsung atau memutar rekaman karya musik di ruang publik yang bersifat komersial, wajib membayar Performing Royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif.
Khusus untuk karya-karya musik tradisional nusantara, pembayarannya dapat dilakukan melalui LMK Berbasis Musik Tradisi Nusantara, yaitu Langgam Kreasi Budaya untuk performing royalti pencipta, Citra Nusa Swara untuk performing royalti pemain, dan Pro Karindo Utama untuk performing royalti produser rekaman musik tradisi.
Selain itu, perwakilan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) melalui bidang Bahasa dan Seni, Syahrul arbi mengungkap kesiapan Disbudpar untuk berkolaborasi dan terus konsen terhadap pengembangan musik tradisi nusantara
“Perlunya untuk melindungi kesenian, hak cipta dan karya seni lain. Dalam hal ini kami (Disbudpar) juga konsen terhadap tradisi Indonesia dan Aceh khususnya,” ungkap Syahrul.
Ia juga berharap kegiatan ini dapat mentransfer ilmu kepada peserta dari kalangan seniman agar dapat diimplementasi di Aceh kedepannya.
“Apresiasi setinggi tinggi nya dan ucapan terimakasih untuk Langgam Kreasi dan Budaya,” tutupnya.
Kemudian kegiatan berlanjut dengan sesi sosialisasi yang dimoderatori oleh Arhamuddin Ali, Sekretaris Langgam Kreasi Budaya. Turut hadir sebagai narasumber yaitu Yusuf Bombang yang merupakan seniman tradisi Aceh dan Shatria Dharma.