27.3 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Aceh Hari Ini: 11 Februari 1899 Teuku Umar Syahid

Pada tengah malam tanggal 10 menjelang 11 Februari 1899, Teuku Umar dan pasukannya mencoba turun ke Meulaboh untuk menyerang sebuah pusat pertahanan Belanda. Esok harinya dalam sebuah pertempuran di Suak Ujong Kala Meulaboh, Teuku Umar syahid ditembak militer Belanda.

Sehari sebelum perang yang menewaskan Teuku Umar tersebut, Teuku Umar pernah berkata kepada pasukannya, “Singoh beungoh tajep kupi di keude Meulaboh, atawa lon akan syahid.” Artinya, besok pagi kita minum kopi di pasar Meulaboh atau saya akan syahid.

Seakan telah mengetahui ajalnya sudah dekat, janji minum kopi di pasar Meulaboh itu tidak terlaksana, karena pergerakan pasukan Teuku Umar yang akan menyerang Belanda diketahui oleh Belanda, sehingga pasukan Belanda mencegatnya di  Suak Ujong Kala, Meulaboh. Pertempuran sengit terjadi, dua peluru Belanda mengenai dada Teuku Umar, suami kedua Cut Nyak Dhien itu syahid.

Peristiwa itu terjadi karena Belanda melalui seorang cuak (mata-mata) berhasil mengetahui keberadaan Teuku Umar dan pasukannya. Ia pun dihadang saat pulang dari Pidie menuju Meulaboh, Aceh Barat melalui pegunungan. Pasukan Belanda yang sudah siaga pun menembaknya dalam perang terbuka ketika kelompok Teuku Umar sampai pada sebuah pantai. Dua peluru bersarang di tubuh Teuku Umar.

Baca Juga: Setengah Juta Nasabah Sudah Gunakan Action Mobile Bank Aceh Semua Lebih Mudah

Pahlawan nasional kelahiran 1854 itu pun roboh. Ia segera dibawa lari oleh Pang Laot, salah seorang panglima perang dalam kelompok gerilyawan Teuku Umar. Jenazah Teuku Umar disembunyikan oleh pasukannya. Mula-mula dibawa ke daerah Calang, kemudian ke Batu Putih hingga ke daerah Arongan. Baru setelah Belanda tidak lagi mengejar, jenazah Teuku Umar dimakamkan di Desa Meugoe Rayeuk, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat.

Semasa hidupnya Teuku Umar pernah dikecam karena membelot dari perjuangan rakyat Aceh dengan membantu Belanda. Ternyata apa yang dilakukannya hanyalah praktik tipu-tipu yang dikenal dengan politik tipu Aceh.

Pada saat perang Aceh dengan Belanda meletus tahun 1873 Teuku Umar baru berusia 19 tahun. Karena usianya yang masih muda itu pula ia tidak diikutsertakan dalam perang. Meskipun demikian ia selalu terlibat memberikan latihan-latihan perang kepada pemuda-pemuda kampung calon prajurit. Selain itu ia juga sibuk menghubungi para pemimpin rakyat lainnya untuk diajak berunding mempersiapkan siasat perang melawan Belanda.

Dalam pertemuan itu, ia mengatakan harus ada satu orang saja yang akan dijadikan pemimpin para gerilayawan yang akan menentukan waktu dan tempat perang yang akan digelar. Perundingan bersama pemimpin gerilyawan itu kemudian sepakat untuk mengangkat Nanta Setia sebagai pemimpin tinggi dalam perjuangan melawan Belanda.

Baca Juga: Dukung Pemberdayaan UMKM Bank Aceh Salurkan KUR Rp1,5 Triliun

Pada tahun 1878, salah seorang panglima pemimpin gerilyawan Aceh, Tgk Ibrahim Lam Nga, suaminya Cut Nyak Dhien gugur dalam sebuah pertempuran dengan pasukan Belanda. Berita itu tersebar ke seluruh pelosok Aceh. Sejak saat itulah Teuku Umar menaruh perhatian  khusus kepada Cut Nyak Dhien yang gigih melanjutkan perjuangan menentang Belanda, meski suaminya telah tewas.

Ketegasan dan ketabahan Cut Nyak Dhien dalam perang melawan Belanda membuat hati Teuku Umar kepicut. Ia pun melamar Cut Nyak Dhien untuk menjadi istrinya. Awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tapi Teuku Umar tidak menyerah ia akhirnya mampu meluluhkan hati Cut Nyak Dhien untuk menikah dengannya.

Perkawinan Teuku Umar dengan Cut Nyak Dhien kemudian melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Cut Gambang. Ia lahir disebuah tempat pengungsian yang jauh dari kampung halamannya, karena pada saat itu Teuku Umar sedang memimpin pertempuran melawan Belanda.

Dalam perjalanan perjuangannya, Teuku Umar kemudian memutuskan untuk menyerah kepada Belanda. Sikapnya itu dikecam oleh para pejuang Aceh. Namun ternyata Teuku Umar punya maksud lain. Tak lama kemudian ia membelot dan kembali memimpin perang. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada akhir Maret 1896.

Baca Juga: Berkinerja Postif Bank Aceh Kembali Raih Opini WTP

Saat membelot Teuku Umar membawa lari 380 senapan kokang modern, 800 senapan jenis lama, 250.000 butir peluru, 500 kilogram mesiu, 120.000 sumbu mesiu, dan lima ton timah untuk mengisi sendiri persediaan mesiu, serta uang sebanyak 18.000 ringgit Spanyol. Aksi tipu-tipu gaya Teuku Umar itu menjadi pukulan telak bagi Belanda. Semua orang pun tercengang menyadari menyerahnya Teuku Umar kepada Belanda dulu tak lebih dari siasat tipu Aceh.

Perang terus berkecamuk, pasukan marsose di bawah pimpinan Jendral van Huetz didatangkan langsung dari Batavia untuk menyerang kelompok Teuku Umar. Kepada Van Huetz Gubernur Militer Hindia Belanda memerintahkan untuk menangkap Teuku Umar hidup atau mati. Dan akhirnya Teuku Umar Syahid dalam perang di Suak Ujong Kala.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS