JAKARTA | ACEH INFO – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengeluarkan perubahan kebijakan terkait kewajiban pemenuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO).
Hal ini seiring dengan kondisi kritisnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero).
Perubahan kebijakan DMO yang baru nantinya itu akan dievaluasi setiap bulan dan bagi perusahaan batu bara yang tidak menepati kontrak akan diberikan penalti tinggi, bahkan pencabutan izin pertambangannya.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir usai melakukan rapat bersama dengan sejumlah menteri terkait, antara lain Menteri ESDM, Menteri Perdagangan, Menteri Perhubungan, Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Senin malam (03/01/2022).
“Dalam rapat bersama juga disepakati bahwa Menteri ESDM akan mengeluarkan perubahan DMO yang bisa di-review per bulan dan yang tidak menepati sesuai kontrak akan dipenalti tinggi, bahkan dicabut izinnya,” beber Erick, seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian, Selasa (04/01/2022).
Lantas, apa bedanya dengan aturan DMO yang telah berjalan selama ini?
Peraturan terkait DMO batu bara ini sebelumnya sudah diatur di dalam Keputusan Menteri ESDM No.139.K/ HK.02/ MEM.B/ 2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri.
Keputusan ini ditetapkan Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 4 Agustus 2021.
Keputusan Menteri ESDM ini menetapkan persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO) sebesar 25% dari rencana jumlah produksi batu bara tahunan dari setiap produsen yang disetujui pemerintah. Adapun batu bara tersebut ditujukan untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan kepentingan sendiri, serta untuk bahan baku atau bahan bakar untuk industri.
Kewajiban penjualan batu bara untuk DMO 25% tersebut disebutkan berlaku untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) tahap Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian.
“Pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara tahap Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian wajib memenuhi persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation),” bunyi Kepmen tersebut.
Dalam hal mendesak, jika tidak terpenuhinya kebutuhan batu bara dalam negeri, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dapat menunjuk pemegang IUP atau IUPK atau PKP2B atau Izin Pengangkutan dan Penjualan Batu Bara untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri.
Adapun harga jual batu bara untuk DMO ditetapkan sebesar US$ 70 per ton. Berikut isi poin ketujuh dari Keputusan Menteri ESDM ini:
“Menetapkan Harga Jual Batu Bara untuk Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum sebesar US$ 70 per metrik ton Free On Board (FOB) Vessel, yang didasarkan atas spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15% dengan ketentuan tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.”
Bila Harga Batu Bara Acuan (HBA) lebih dari atau sama dengan US$ 70 per ton, maka harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum US$ 70 per ton.
Jika HBA kurang dari dari US$ 70 per ton, maka harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum mengacu pada HBA.
Lalu, badan usaha penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum juga diwajibkan membuat perencanaan pemenuhan kebutuhan batu bara setiap tahun dengan mengutamakan mekanisme kontrak jangka panjang.
Meski tidak ada spesifik peraturan terkait evaluasi setiap bulan, namun pada poin kesembilan Kepmen ESDM ini juga sudah diatur bahwa Dirjen Minerba dapat menetapkan perusahaan batu bara yang tidak memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri setiap bulan dengan persetujuan Menteri ESDM.
Pada poin ke-4 Kepmen ESDM yang berlaku saat ini juga disebutkan adanya sanksi bila perusahaan batu bara tidak memenuhi ketentuan DMO 25% tersebut atau tidak memenuhi kontrak penjualan. Berikut bunyi lengkapnya:
“Dalam hal pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara tahap Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian tidak memenuhi persentase penjualan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU atau tidak memenuhi kontrak penjualan, dikenai ketentuan:
a. pelarangan penjualan batu bara ke luar negeri sampai dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara tahap Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri sesuai dengan persentase penjualan atau sesuai dengan kontrak penjualan, kecuali bagi yang tidak memiliki kontrak penjualan dengan pengguna batu bara di dalam negeri atau spesifikasi batu baranya tidak memiliki pasar dalam negeri; dan
b. kewajiban pembayaran dengan ketentuan berupa:
1. denda sejumlah selisih harga jual ke luar negeri dikurangi Harga Patokan Batu Bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum (DMO) dikalikan volume penjualan ke luar negeri sebesar kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri yang tidak dipenuhi bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus tahap kegiatan Operasi Produksi Batu Bara, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara tahap Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian yang tidak memenuhi kebutuhan batubara dalam negeri untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum;
2. denda sejumlah selisih harga jual ke luar negeri dikurangi Harga Patokan Batu Bara dikalikan volume penjualan ke luar negeri sebesar kewajiban pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri yang tidak dipenuhi bagi pemegang IUP OP, IUPK OP, PKP2B, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian yang tidak memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri selain untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; dan
3. dana kompensasi sejumlah kekurangan penjualan sesuai dengan persentase penjualan bagi pemegang IUP OP, IUPK OP, PKP2B, IUP sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian yang tidak memiliki kontrak penjualan dengan pengguna batu bara di dalam negeri atau spesifikasi batu baranya tidak memiliki pasar dalam negeri.
“Ketentuan terkait pelarangan penjualan batu bara ke luar negeri dan pengenaan denda atau dana kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT diberlakukan juga untuk pemegang Izin Pengangkutan dan Penjualan Batu Bara yang tidak memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri sesuai dengan kontrak penjualan,” bunyi poin kelima Kepmen ESDM tersebut.
“Ketentuan mengenai pedoman pengenaan denda dan dana kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT ditetapkan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.”[] Sumber: CNBC Indonesia