Pada 24 Januari 1874 Panglima Angkatan Perang Belanda pada agresi kedua, Jenderal Van Swieten menghapus nama Banda Aceh menggantinya dengan nama baru, Kutaraja.
Jenderal van Swieten Panglima Agresi kedua Belanda ke Aceh, juga menjabat sebagai Komisaris Pemerintah Hindia Belanda sejak Desember 1873 hingga April 1874, ia diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Belanda menggantikan Mayor Jendral JHR Kohler yang tewas ditembak pejuang Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman.
Sebelumnya Van Swieten sudah pensiun dari militer dengan pangkat Letnan Jenderal, tapi karena agresi Belanda pertama ke Aceh gagal total dan Panglima Angkatan Perang Belanda Mayor Jenderal JHR Kohler tewas ditembak pejuang Aceh, maka pada Desember 1873 Van Swieten diaktifkan kembali dan diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Belanda menggantikan Jenderal Kohler.
Baca Juga: Pasukan Meriam Aceh Gempur Sekutu di Medan Area
Agresi kedua militer Belanda ke Aceh itu dimulai pada 9 Desember 1973, yakni saat pasukan Belanda mendarat di Kuala Gigieng, Sagoe XXVI Mukim. Pendaratan pasukan Belanda itu dihadapi dengan perang sengit selama delapan hari oleh rakyat Aceh di sekitar pantai.
Setelah itu pasukan militer Belanda terus masuk merengsek ke pusat pemerintahan Kerajaan Aceh. Dan pada 6 Januari 1874 setelah menghadapi peperangan sengit pasukan Van Swieten berhasil menguasai Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Kemudian pada 24 Januari 1874 militer Belanda juga berhasil merebut Dalam yakni Keraton Darut Dunia, pusat pemerintahan Kerajaan Aceh yang ditinggalkan oleh pemimpin Aceh, karena pusat pemerintahan Kerajaan Aceh telah dipindahkan ke Keumala, Pidie. Pemindahan itu juga dilakukan karena Raja Aceh, Sultan Alauddin Mahmud Syah kala itu meninggal dunia akibat wabah penyakit kolera.
Baca Juga: Kapendam Bukit Barisan Tantang Abdullah Syafii
Setelah berhasil merebut Keraton Darud Dunia dalam keadaan kosong itu, Jenderal Van Swieten kemudian mengubah nama Kota Banda Aceh menjadi Kutaraja. Perubahan nama itu bertujuan politis, Jendral Van Swieten ingin “menyulap” dan memberitahukan kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda di Buitenzorg (Bogor) dan Raja Belanda di Amsterdam bahwa ia telah berhasil menguasai istana Raja Aceh, sekaligus menguasai Kerajaan Aceh.
Meski sejarah kemudian membuktikan, Belanda harus berperang selama 69 tahun di Aceh, sebelum mereka meninggalkan Aceh pada tahun 1942. Nama Banda Aceh baru dibangkitkan kembali pada tahun 1963 oleh Gubernur Aceh Ali Hasjmy yang diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Nomor.Des.52/I/43-43 tanggal 9 Mei 1963.
Karena itu pula, Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Banda Aceh selama 25 tahun diperingati setiap tanggal 9 Mei, yakni sejak tahun 1963 hingga tahun 1988. Perubahan HUT Kota Banda Aceh menjadi 22 April dilakukan melalu seminar hari jadi Kota Banda Aceh yang diselenggarakan di Banda Aceh pada tanggal 26 hingga 28 Maret 1988.[]
Baca Juga: Maklumat Penghapusan Pemerintah Otonomi Keresidenan Aceh