Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari lalu mengakui 12 peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, tiga diantaranya terjadi di Aceh, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Statis 1989, penembakan massal di Simpang KKA dan peristiwa Jambo Kupok.
Peristiwa atau tragedi Jambo Kupok terjadi pada 17 Mei 2003 di Gampong Jambo Kupok, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan, sehari sebelum Darurat Militer (DM) diberlakukan pemerintah Indonesia di Aceh. Hari itu di
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) saat itu menilai peristiwa itu sebagai sebuah tragedi yang sampai Aceh sudah damai belum terungkap. Kontras mencatat tragedi itu sebagai sebuah pelanggaran HAM berat, karena 16 orang penduduk sipil mengalami penyiksaan, penembakan dan pembunuhan, serta pembakaran di luar proses hukum (extrajudicial killing).
Baca Juga: Pengakuan Presiden Terkait Pelanggaran HAM Berat Dinilai Hanya Gula-Gula
Kontras pada peringatan 10 tahun tragedi Jambo Kupok, 17 Mei 2013 mengungkapkan bahwa peristiwa itu bermula dari informasi seorang cuak (informan) kepada TNI bahwa pada tahun 2001-2002 Gampong Jambo Kupok termasuk salah satu desa yang menjadi basis GAM. Informasi itu ditindaklanjuti dengan melakukan razia dan penyisiran ke desa-desa sekitar dalam Kecamatan Bakongan.
Puncaknya adalah ketika pada pagi 17 Mei 2003, sekitar pukul 07.00 WIB, sebanyak 3 (tiga) truk reo berisikan ratusan pasukan berseragam militer dengan memakai topi baja, sepatu lars, membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin mendatangi desa Jambo Keupok dan memaksa seluruh pemilik rumah untuk keluar. Lelaki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak semua disuruh keluar dan dikumpukan di depan rumah seorang warga.
Baca Juga: Presiden Diminta Tidak Beri Isapan Jempol Terhadap Masyarakat Korban Pelanggaran HAM Bera di Aceh
Warga diinterogasi warga satu persatu untuk menanyakan keberadaan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ketika warga menjawab tidak tahu, mereka langsung dipuukul dan ditendang. Kontras mencatat, peristiwa tersebut mengakibatkan 4 warga sipil meninggal dengan cara disiksa dan ditembak, 12 warga sipil meninggal dengan cara disiksa, ditembak dan dibakar hidup-hidup, 3 rumah warga dibakar, 1 orang perempuan terluka dan pingsan terkena serpihan senjata, 4 orang perempuan ditendang dan dipopor dengan senjata. Peristiwa ini juga membuat warga harus mengungsi selama 44 hari ke sebuah mesjid karena takut hal itu akan kembali terjadi di desa mereka.
Lebih jelas tentang peristiwa itu bisa dibaca dalam buku Proses Damai Aceh Model Resolusi Konflik Indonesia. Buku ini diterbitkan di Banda Aceh oleh Yayasan Transisi pada 2015.[]
Baca Juga: Ini Pelanggaran HAM Berat di Aceh yang Diakui Jokowi