Para pemuda pejuang Aceh di redaksi surat kabar Atjeh Sinbun membuat kawat palsu atas nama Gubernur Maluku Latoeharhary. Bekas tentara Belanda (KNIL) diminta memihak pejuang Aceh dan menolak Sekutu/NICA.
Ketika Jepang menyerah kalah pada sekutu pada Agustus 1945, bekas tentara Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) yakni Tentara Kerajaan Hindia Belanda yang ditahan di beberapa penjara di Aceh dibebaskan pada 25 September 1945.
Muncul kekhawatiran kalau bekas tentara Belanda itu akan dikonsolidasikan kembali untuk menyambut masuknya kembali Belanda ke Aceh. Karena di beberapa daerah luar Aceh tentara KNIL memboncengi sekutu masuk ke Indonesia yang baru sebulan merdeka.
Baca Juga: Kisah Remaja Aceh Membunuh Controleur Belanda
T Alibasjah Talsya dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan, Perjuangan Kemerdekaan di Aceh 1945-1946 mengungkapkan, sebuah siasat dirancang untuk menarik para mantan tentara Belanda itu ke dalam barisan perjuangan rakyat. Siasat itu dirancang oleh para pemuda yang bekerja di surat kabar Atjeh Sinbun. Mereka adalah Azhari Aziz, Ghazali Yunus, Ramli dan T Alibasjah Talsya sendiri.
Karena para bekas tentara KNIL di Aceh itu umumnya merupakan para pemuda asal Ambon, Jawa, dan Manado, para pemuda di Atjeh Sinbun tersebut membuat sebuah kawat palsu atas nama Gubernur Maluku Latoeharhary. Isi kawat palsu tersebut adalah sebagai berikut:
Baca Juga: Kempes dan Tragedi Pembantaian di Kuta Reh
Kepada seloeroeh saudara2 bekas knil jang berada di Atjeh Masjarakar soekoe ambon manado djawa dan lain2 bekas knil bersatoelah dengan rakjat Atjeh berhoeboeng Indonesia telah merdeka ttk Latoeharhary goebernoer maloekoe
Isi kawat palsu ini diperbanyak di kantor Atjeh Sinbun dan disebarkan ke seluruh wilayah Aceh. Khusus utuk wilayah Bireuen dibawa oleh seorang utusan untuk disampaikan langsung kepada orang-orang bekas tentara Belanda.
Kawat palsu ini berhasil meyakinkan para bekas tentara KNIL di Aceh untuk memihak kepada pemuda pejuang, sebagian besar mereka bergabung dalam barisan perjuangan rakyat Aceh. Sebagian lagi memilih hidup sebagai warga biasa, ada yang jadi petani, ada juga yang memilih kembali ke daerah asalnya di pulau Jawa.
Baca Juga: Abu Beureueh Proklamirkan Pemberontakan DI/TII Aceh
Utusan pemuda pejuang juga dikirim ke Kuala Simpang ke istana T Arifin Zelfbestuur Negeri Karang, untuk menyampaikan berita bahwa Indonesia telah merdeka, dan meminta supaya di depan istana dikibarkan bendera merah putih.
Untuk menghadapi berbagai gejolak yang bisa saja terjadi setelah Jepang menyerah kalah pada sekutu, kantor berita Atjeh Sinbun yang diterbitkan sejak tahun 1942 oleh Aceh Syu Seicho Hodoka yakni kantor penerangan pemerintah Jepang di Aceh, sejak 15 Agustus 1945 berhenti terbit.
Tidak terbitnya lagi Atjeh Sinbun waktu itu juga atas perintah Chokang (Kepala Pemerintahan) Jepang di Banda Aceh, yang tak ingin Atjeh Sinbun dijadikan alat propaganda para pejuang kemerdekaan di Aceh. Sejak itulah, kantor redaksi Atjeh Sinbun tanpa sepengetahuan Jepang menjadi markas konsolidasi dan propaganda gerakan bawah tanah pejuang Aceh.[]
Baca Juga: Kisah Jenderal Soedirman Berterimakasih Pada Aceh