Pada 21 Agustus 1945, para redaktur surat kabar Atjeh Sinbun menggelar rapat rahasia tentang berita kemerdekaan Republik Indonesia. Jepang menutup habis sumber informasi kekalahannya dari sekutu.
Atjeh Sinbun merupakan satu-satunya surak kabar di Aceh pada masa pendudukan Jepang, yang memiliki relasi kerja dengan kantor berita Jepang, Domei Tusinsya. Dari kantor berita Jepang itu pula redaksi Atjeh Sinbun mengetahui bahwa perang timur raya sudah berakhir dengan kekalahan Jepang.
Dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan, T Alibasjah Talsya (TA Talsya) mengungkapkan, pada pagi 21 Agustus 1945, anggota redaksi Atjeh Sinbun, TA Talsja (Talsja) mengambil bulletin Domei di kantornya, ketika itu Ghazali Yunus (Redaktur Domei) berbisik padanya bahwa perang Asia Timur Raya sudah berakhir beberapa hari lalu. Ia berpesan agar berita tersebut secara rahasia disampaikan kepada Pemimpin Redaksi Atjeh Sinbun, Ali Hasjmy dan kawan-kawannya.
Baca Juga: Radio Rimba Raya Dalam Balutan Sejarah
Pada hari-hari selanjutnya, pemuda-pemuda anggota redaksi Atjeh Sinbun dan Domei menyiarkan berita tersebut secara rahasia dari mulut ke mulut. Dengan sangat hati-hati mereka juga menyebarkan pamflet-pamflet yang ditulis dengan huruf-huruf besar tentang kekalahan Jepang tersebut. Mereka menyerukan pemuda-pemuda Aceh membentuk organisasi menentang kedatangan kembali Belanda ke Aceh.
Pemuda-pemuda revolusiner itu siang hari berkantor di Atjeh Sinbun, malam harinya bermarkas di sebuah rumah di kawasan Lampaseh, Banda Aceh menyusun gerakan membentuk kesatuan untuk menghadapi kemungkinan kembalinya Belanda ke Aceh.
Masih pada tanggal 21 Agustus 1945, Ali Hasjmy memimpin rapat rahasia di kantor redaksi Atjeh Sinbun. Rapat dihadiri oleh kurang 10 pemuda terkemuka masa itu. Dalam rapat itu Ghazali Yunus memberikan informasi yang lengkap mengenai berakhirnya perang Asia Timur Raya.
Baca Juga: Kematian Paling Romantis Dalam Perang Aceh
Rapat itu menghasilkan satu keputusan, menggerakkan massa untuk menentang kembalinya Belanda ke Aceh. Ini dilakukan karena sebelumnya, Dr HJ van Mook salah seorang pejabat tinggi Belanda dari Brisbane, Australia mengatakan kepada radio Australia bahwa Belanda akan kembali ke Indonesia dengan bendera tiga warna (bendera Belanda) dan kesetiannya kepada Ratu Wihelmina.
Untuk menentang kembalinya Belanda ke Aceh, maka dibentuklah organsiasi Ikatan Pemuda Indonesia (IPI) di Banda Aceh. IPI dipimpin langsung oleh Ali Hasjmy. Organisasi ini pada 5 Oktober 1945 kemudian diubah menjadi Barisan Pemuda Indonesia (BPI).
Sejak padi, 21 Agustus 1945, di gedung Atjeh Sinbun dikibarkan bendera merah putih. Mereka menguasai sepenuhnya kantor tersebut, setelah mengambil alih dari pejabat Jepang, Nagamatsu dan Yamada.
Baca Juga: Keuchik Maha dan Kisah Pembunuhan Para Cuak
Esoknya, 22 Agustus 1945, berita kekalahan dan Jepang dari sekutu dan perisriwa proklamasi kemerdekaan Indonesia baru diketui secara luas oleh rakyat Aceh, setelah pesawat terbang sekutu menyebarkan selebaran tentang kekalahan Jepang.
Meski demikian, tentara dan pegawai sipil Jepang di Aceh tetap menunjukkan sikap bahwa seolah-olah perang belum berakhir. Pada hari itu MR Teuku Muhammad Hasan pemuda Aceh Jakarta yang menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sumatera diangkat menjadi Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia untuk seluruh Sumatera. Pengangkatan itu ditandatangani oleh Soekarno selaku Pemimpin Besar Bangsa Indonesia.[]