MEDAN I ACEH INFO – Kasus kekerasan terhadap perempuan di Medan, Sumatera Utara, cukup banyak. Namun sulit diungkap, karena tidak ada laporan korban.
Hal itu dikatakan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Medan, Sierly Anita Gafar, dalam konferensi pers di Hotel Cambridge, Medan, Sumut, Jumat 27 Mei 2022.
Dikatakan Sierly, sulitnya mengungkap dugaan kasus kekerasaan seksual terhadap perempuan antara lainya, korban tidak berani membuat laporan baik kepada aparat penegak hukum maupun kepada lembaga bantuan hukum.
“Sekarang ini meningkat kekerasan terhadap perempuan yang berbasis gender online (kekerasan perempuan lewat online),” sebutnya.
Dikatakan Sierly, korban rata-rata masih usia sekolah, ada yang dibawah umur anak SMP, SMA, terjadi pada hubungan pacaran dan ada juga yang sudah bekerja.
Para korban merasa kekhawatiran dalam memberi laporan. Korban mengalami trauma karena menerima pelecehan seksual.
Untuk bisa mengungkapkannya perlu melakukan beberapa penanganan, agar korban lebih percaya kepada LBH untuk menceritakan kejadian yang menimpa mereka.
Yang perlu dilakukan bagaimana melakukan penguatan kepada korban agar korban dapat menceritakan kasus kekerasan yang menimpa mereka.
Saat Pandemi Covid-19, banyak korban yang tidak berani melapor dan tidak bisa lapor karena ada pembatasan sosial berskala besar (PSPB).
Pengaduan online juga terkendala, karena masyarakat masih ada yang belum bisa menggunakan aplikasi online, apalagi korban atau keluarga korban berasal dari luar kota Medan.
Disebutkan Sierly kasus kekerasan terhadap perempuan selama ini bukan menurun, tapi karena kondisi, banyak yang tidak berani melapor.
Saat ini untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan, pihaknya sedang bekerjasama dengan lembaga IOM (International Organization for Migration), untuk memberikan pelatihan-pelatihan terkait kekerasan kepada perempuan.
“Bulan ini LBH APIK Medan menerima dua hingga tiga kasus kekerasaan terhadap perempuan,” sebut Sierly.
Ditambahkannya, upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan harus melibatkan laki-laki.
Namun saat dilakukan pelatihan-pelatihan untuk kaum laki-laki, tetapi yang lebih banyak hadir perempuan.
Bagaimana bentuknya cara mencegah kekerasan terhadap perempuan, maka perlu dilakukan edukasi.
“Anak-anak juga perlu kita awasi, bukan hanya guru, tapi juga semua elemen. Anak-anak tidak sadar tentang kekerasan seksual,” terangnya.
Anak-anak itu melihatnya sebagai candaan, padahal itu bukan candaan, karena itu perlu edukasi.
Upaya pencegahan dengan edukasi bukan hanya penanganan, pemulihan terhadap korban kekerasan sangat perlu dilakukan.
Kekerasaan terhadap perempuan ada juga ditinggalkan oleh suaminya. Sehingga ada perempuan yang terlibat narkoba dan masuk penjara.
Namun hingga kini belum ada cara untuk pemulihannya Meskipun lewat pemberdayaan-pemberdayaan perempuan, tapi terkadang juga kurang mapan.
“Kalau kita berbicara terkait kekerasan terhadap perempuan tidak akan ada habisnya,” terang Sierly.
Pihaknya mengaku juga melakukan pendampingan kekerasan terhadap lansia, seperti membatasi gerak lansia, padahal masih produksi untuk bekerja.
Padahal dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 jelas disebutkan hak-hak lansia atau lanjut usia ada 8 hak.
Jadi kekerasan terhadap perempuan mulai anak-anak, remaja, dewasa, sudah berumah tangga, hingga perempuan lansia.
“Namun hingga kini belum ada jumlah lansia perempuan dan lansia laki-laki, berapa lansia bekerja dan lansia tidak bekerja,” terang Sierly.
Menurutnya, masyarakat belum sadar bagaimana cara mencegah dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Selain itu ada korban kekerasan terhadap disabilitas (tuna rungu). Untuk menggali informasi, caranya dengan mencari informasi dari orang terdekat korban, baru kita cari ahlinya.
Memberikan pemahaman hukum, tetapi tidak secara pasal-pasal, dengan melakukan pendekatan menceritakan kepada korban bahwa bukan hanya dia saja yang menjadi korban kekerasan. Tapi ada juga perempuan-perempuan lainnya.
“Beda kasus beda pendekatan. Ada korban hari ini datang nanti enam bulan lagi baru datang. Kita tidak bisa memaksakan kehendak untuk menggali informasi dari korban,” pungkas Sierly.
Hal senada juga dikatakan Kepala Divisi Sipil politik LBH Medan Naswan Tambak. Katanya penangan Hukum tentang kekerasan terhadap perempuan, minggu ini ada satu kasus yang ditangani pihaknya.
Bahkan kini kasus tersebut sudah ditangani di Polrestabes Medan, namun masih dalam proses penyidikan.
Dikatakan Naswan, secara langsung ada 2 kasus yang ditangani pihaknya, meskipun ada beberapa pengaduan lainnya.
“Untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan itu sangat perlu sosialisasi kepada masyarakat,” sebutnya.
Editor : Ferizal