26.8 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

Kisah Pembelotan Teuku Umar Dalam Malam Penentuan Round Kelana

Lukisan Malam Penentuan karya Round Kelana mengabadikan kisah dari fragmen sejarah pembeloten Teuku Umar kembali memperkuat barisan perjuangan rakyat Aceh setelah memperdayai Belanda.

Round Kelana merupakan seniman gaek Aceh, ia maestro seni lukis yang dimiliki daerah paling barat pulau Sumatera. Pelukis kelahiran Jeuram tahun 1940 ini banyak mendedikasikan hidupnya untuk perkembangan seni lukis di Aceh. Ia juga masuk dalam jajaran pelopor seni lukis Aceh.

Round Kelana aktif di Balai Teuku Umar, tempat para seniman Aceh berkreasi. Ia juga aktif di Apelmud serta ikut berperan dalam berbagai ajang pameran lukisan, baik di Aceh maupun tingkat nasional. Round Kelana memang telah tiada, tapi karya-karyanya masih terpampang dan dipamerkan di berbagai ajang hingga kini.

Seperti pada Pameran Lukisan yang digelar di Museum Aceh pada 24 hingga 30 Maret 2021 lalu. Diantara puluhan lukisan karya mestro lukis Aceh dan nasional, kita bisa menemukan “Malam Penentuan” sebuah lukisan yang menggambarkan peristiwa di rumah Cut Nyak Dhien pada malam menanti keputusan Teuku Umar tentang keberpihakannya kepada Aceh atau Belanda.

Baca Juga: Awal Mula Hubungan Militer Aceh dengan Turki

Dalam lukisan Malam Penentuan itu Round Kelana menggambarkan bagaimana tujuh orang pria, termasuk Teuku Umar di dalamnya duduk bersila melingkar, mata semua mereka menatap ke sosok seorang perempuan yang berdiri di dekat mereka. Perempuan itu tak lain adalah Cut Nyak Dhien, istri Teuku Umar, srikandi Aceh yang mampu meyakinkan Teuku Umar untuk berhenti memihak Belanda dan kembali memperkuat barisan perjuangan rakyat Aceh.

Menikmati lukisan Malam Penentuan karya Round Kelana itu, ingatan saya tentang sejarah pembelotan Teuku Umar kembali memutar, saya seolah kembali ke peristiwa itu melalui berbagai literasi yang pernah saya baca. Ini titik balik dari sejarah panjang perang Aceh dengan Belanda.

Keputusan Teuku Umar kembali memperkuat perjuangan rakyat Aceh di Malam Penentuan itu tidak lepas dari sindiran Teuku Fakinah, seorang pejuang perempuan di Aceh Besar yang menantang Teuku Umar dan pasukannya untuk berperang secara terbuka.

Baca Juga: Benteng Indra Patra Riwayat Patriotik Inong Balee

Teuku Fakinah menegaskan bahwa ia dan pasukan perempuannya menunggu dan siap untuk beperang dengan Teuku Umar dan pasuakannya yang telah membelot kepada Belanda. Sindiran itu disampaikan Teuku Fakinah melalui utusannya kepada Cut Nyak Dhien, yang kemudian disampaikan kepada Teuku Umar.

“Tunggu apa lagi, itu Teungku Fakinah dan para perempuan Aceh lainnya sudah menunggumu di Lamkrak untuk berperang, mereka ingin melihat sekuat mana lelaki Aceh memerangi perempuan, yang oleh Belanda sendiri tidak berani memeranginya,” kata Cut Nyak Dhien kepada Teuku Umar di Malam Penentuan itu.

Bagi lelaki Aceh seperti Teuku Umar, ditantang berperang oleh perempuan merupakan penghinaan paling besar. Tapi Teuku Umar mendengar kata-kata Cut Nyak Dhien itu ia hanya tertawa, kemudian berkata kepada Cut Nyak Dhien. “Ya sudah, tinggalkan kami sebentar, kami para pria mau rapat.” Cut Nyak Dhien kemudian menuju dapur. Tak lama kemudian Teuku Umar memanggil Cut Nyak Dhien lagi. “Sudah, tujuanmu sudah tercapai, angkat nasi ke sini, kami ingin makan.”

Dan ternyata, rapat di Malam Penentuan itu merupakan puncak dari politik perang Teungku Umar. Beberapa hari kemudian kehebohan terjadi di Kutaraja. Teuku Umar yang pura-pura berdamai dan membantu Belanda ternyata siasat semata, ia kembali memperkuat barisan perjuangan Aceh. Belanda menyebutnya sebagai siasat “Tipu Aceh”.

Baca Juga:Jejak Atjeh Bioscoop Dalam Fragmen Sejarah

Rapat di Malam Penentuan itu merupakan puncak dari politik perang Teuku Umar. Ia dan pengikutnya mengatur siasat bagaimana melarikan diri dan membawa persenjatan milik Belanda untuk memperkuat pasukan pejuang Aceh. Tak tanggung-tanggu Teuku Umar dan pasukannya berhasil membawa lari 380 senapang kokang modern, 800 senapan jenis lama, 250.000 butir peluru, 500 kilogram mesiu, 120.000 sumbu mesiu, lima ton timah untuk mengisi mesiu, serta uang sebesar 18.000 ringgit Spanyol.

Rapat Malam Penentuan di rumah Cut Nyak Dhien itu berhasil merumuskan siasat perang yang menggemparkan Belanda. Sehingga dampak dari kembalinya Teuku Umar ke barisan pejuang Aceh itu, Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh Mayor Jendral C Deijkerhoff dipecat dari jabatannya.

Pemerintah Kolonial Belanda kemudian memproklamirkan perang terhadap Teuku Umar, dan mungkin inilah satu-satunya proklamasi perang yang disampaikan Belanda kepada seseorang secara pribadi. Belanda kemudian juga membuat sayembara untuk menangkap Teuku Umar hidup atau mati dengan imbalan 25.000 gulden.

Menariknya, dana sebesar itu kemudian harus dibayar oleh Belanda kepada Teuku Umar sendiri, untuk pembebasan sandera warga negara Inggris yang ditahan kelompok Teuku Umar dalam peristiwa pembajakan kapal Hoc Canton yang berusaha menangkap Teuku Umar untuk memperoleh imbalah sayembara dari Belanda.

Kembali menyaksikan lukisan Malam Penentuan karya Round Kelana di Museum Aceh, saya tersenyum membayangkan bagaimana sosok Teuku Umar yang melegenda itu, bisa dihadirkan dalam lukisan cat minyak di atas kanvas dari kayu berukuran 113 x 148 centi meter. Benar-benar sebuah Malam Penentuan yang mengemparkan sejarah perang kolonial Belanda di Aceh.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS