25.2 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

JKA Disetop, MPO: Pemerintah Aceh Salah Sasaran Tembak!

BANDA ACEH | ACEH INFO“Membunuh tikus tak perlu membakar lumbung. Ketika kepala yang sakit, kenapa malah kaki yang diamputasi?”

Dua perumpamaan ini seharusnya dapat menjadi pedoman bagi Pemerintah Aceh, ketika berencana menghentikan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) sejak 1 April 2022 mendatang. Dalih penghentian program JKA yang sudah lama menjadi tameng kesehatan bagi masyarakat Aceh tersebut, semata-mata hanya disebabkan kesalahan di level pemerintahan. Anehnya kesalahan tersebut belakangan justru ditimpakan pemerintah kepada masyarakat dengan “merenggut” program JKA.

Seperti diketahui, Pemerintah Aceh menghentikan sementara program Jaminan Kesehatan Aceh. Dengan demikian, premi Jaminan Kesehatan Nasional warga yang selama ini dibayarkan oleh Pemerintah Aceh melalui program JKA dihentikan.

Penghentian sementara terhitung sejak 1 April 2022. Pemerintah Aceh meminta warga mendaftarkan diri ke sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan adalah badan yang ditunjuk untuk melaksanakan program JKN.

JKA diluncurkan pada Juni 2010. Kala itu, melalui JKA, semua biaya pengobatan warga yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Aceh ditanggung Pemerintah Aceh. Anggaran JKA sendiri menggunakan dana otonomi khusus.

Akan tetapi, sejak 1 Januari 2014, program JKA diintegrasi ke dalam program JKN. Sejak pelaksanaan JKN, Pemprov Aceh hanya membayar premi kesehatan warganya yang tidak ditanggung oleh JKN. Sekitar 2,1 juta warga Aceh masuk dalam penerima bantuan iuran (BPI) dari JKN, iuran dibayar menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sebanyak 801.204 Pegawai Negeri Sipil/TNI/Polri dan 123.579 warga pekerja swasta membayar premi secara mandiri. Sisanya, sebanyak 2,2 juta warga Aceh, premi JKN dibayar oleh Pemprov Aceh melalui program JKA.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, jumlah warga miskin di Aceh sebanyak 819.069 orang. Artinya, sangat mungkin penerima bantuan iuran dari JKA atau JKN termasuk bukan warga miskin. Jika merujuk ke data kemiskinan Aceh versi BPS Aceh, selama ini penerima BPI JKN dan premi dari JKA sebagian besar warga ekonomi menengah ke atas.

Pertimbangan lain penghentian sementara program JKA karena dana Otsus Aceh pada 2023 akan berkurang 50 persen dari biasanya. Sejak 2008-2022, dana Otsus Aceh sebesar 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. Namun, mulai 2023 hingga 2027, menjadi 1 persen dari DAU nasional.

Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) akan berkurang sehingga akan berpengaruh pada kemampuan menjalankan program JKA.

Pemerintah juga beralasan penghentian sementara JKA lantaran tidak adanya data real penerima manfaat, sehingga BPJS diduga tidak transparan dalam pengelolaan program tersebut.

Hal inilah yang kemudian dikecam oleh Syakya Meirizal dari Masyarakat Peduli Otonomi Khusus (MPO).

“Selama ini kesalahan itu ada di Pemerintah Aceh dalam hal tata kelola anggaran JKA. Mereka melakukan kontrak kerjasama dengan BPJS, tetapi soal pendataan itu bahkan setelah sekian tahun juga belum clear. Ini kesalahannya ada di Pemerintah Aceh dan BPJS. Kalau kesalahan ada di mereka seharusnya yang dihukum Pemerintah Aceh, bukan menghukum rakyat dengan menghentikan program JKA itu sendiri,” kata Syakya menjawab acehinfo.id, Rabu, 16 Maret 2022.

Dia juga menyorot kebijakan penghentian sementara program JKA yang dilakukan Pemerintah Aceh lantaran adanya tumpang tindih data, validasi data, dan belum jelasnya jumlah premi anggaran yang harus ditanggung pemerintah Aceh. Padahal, menurutnya, persoalan itu seharusnya sudah clear sejak pertama kali kontrak JKA dialihkan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai pengelola.

“Harusnya itu tercantum dalam klausul kontrak kerja antara Pemerintah Aceh dengan BPJS. Kalau informasi yang kita dapatkan selama ini, baik yang disampaikan Pemerintah Aceh maupun DPRA, itu terkesan datanya tidak pernah transparan, tidak pernah ada. Bagaimana mungkin pihak yang bekerjasama itu tidak saling terbuka?”

Baca juga: Nasir Djamil: Menghapus JKA Membunuh Rakyat Aceh

Dia mengatakan sudah sepatutnya sebuah kontrak kerja sama memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, dalam kontrak juga sudah menjadi kewajiban bagi BPJS untuk membuka data sebenarnya terkait jumlah dan besaran premi JKA.

“BPJS berkewajiban untuk membuka data itu sebenarnya, termasuk jumlah total, realisasinya setiap tahun sebesar apa, ini harus dibuka, agar Pemerintah Aceh dan DPRA bisa menemukan formulasi yang tepat dalam tata kelola anggaran JKA. Ini yang selama ini bermasalah sebenarnya,” lanjut Syakya.

Syakya menilai permasalahan JKA sebenarnya berada di level pemerintahan Aceh dan BPJS selaku pengelola. Namun, yang menjadi pertanyaan Syakya, mengapa kesalahan itu malah ditimpa kepada rakyat dengan menghentikan program JKA. “Ini jelas sebuah langkah keliru, salah sasaran tembak. Kalau bermasalah di BPJS, ya BPJS-nya yang harus disoal, harus dibuka,” kata Syakya.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS