Pada 6 Februari 1946 Residen Aceh membentuk komisi untuk mendaftar, meyimpan dan mengawasi harta benda dan senjata rampasan dari Jepang.
Pembentukan komisi ini dilakukan di semua daerah Luhak (setingkat kabupaten) di Aceh. Selain senjata yang direbut dari tentara Jepang, komisi ini juga menyimpan logistik yang dijarah dari gudang-gudang milik pemerintah Jepang, seperti beras, padi, kain, dan berbagai barang kebutuhan masyarakat lainnya. Di Luhak Aceh Besar Komisi ini diketaui oleh Teuku Muhammad Amin dengan anggota terdiri dari Said Abubakar, Keosen Tjokrosentono, Ishak Amin dan Teuku Muhammad Taib.
Pada hari yang sama, yakni 6 Februari 1946 Komite Nasional Daerah Aceh mengeluarkan Maklumat Nomor 4 yang berisi anjuran agar penduduk menyimpan uang dengan cara menabung di Posseparbank atau Bank Nasional. Anjuran tersebut dikeluarkan berkaitan dengan maksud pemerintah yang akan mengeluarkan mata uang Republik Indonesia (Rupiah), sehingga memudahkan pertukaran.
Baca Juga: PDRI Minta Pasukan Aceh Perangi Sekutu di Front Medan Area
Banyaknya senjata dan logistik Jepang yang dikuasai Residen Aceh disebabkan oleh keberhasilan para pejuang Aceh melucuti kekuasaan Jepang sebelum Sekutu/NICA masuk. Bila di daerah di Indonesia persenjataan Jepang dilucuti oleh Sekutu/NICA setelah Jepang menyerah kalah kepada Sekutu, tidak demikian dengan Aceh. Jepang di Aceh dilucuti oleh laksra-laskar dan kelompok pejuang Aceh sendiri atas sepengetahuan Residen Aceh, karena itu Sekutu/NICA tidak pernah bisa masuk ke Aceh.
Kekuatan pejuang Aceh mampu menghalau Sekutu/NICA untuk tidak masuk ke Aceh melalui perang di perbatasan Aceh dengan Sumatera Timur (kini Sumatera Utara). Perang pejuang Aceh menghalau Sekutu/NICA di Sumatera Timur itu dikenal sebagai perang front Medan area.
Baca Juga: Dewan Perjuangan Daerah Aceh Dibentuk
Dalam pertempuran di front Medan area itu pejuang Aceh mampu mengimbangi kekuatan pasukan Sekutu/NICA kerena memiliki beragai jenis senjata yang berhasil direbut dari Jepang, termasuk senjata berat dan lima pabrik senjata di seluruh Aceh.
Lebih jelas tentang hal tersebut bisa dibaca dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan (Pejuang Kemerdekaan di Aceh) halaman 237. Buku ini ditulis oleh pelaku pejuang kemerdekaan di Aceh Teuku Alibasjah Talsya dan diterbitkan oleh Lembaga Sejarah Aceh (LSA) atas bantuan Menteri Koperasi Republik Indonesia Bustanil Arifin yang juga salah seorang tokoh pejuang kemerdekaan di Aceh.[]
Baca Juga: Kabinet Perang Aceh Membentuk Lembaga Wali Nanggroe