24.9 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

500 Pemuda Bireuen Bentuk Pasukan Siap Sedia

Menyerahnya Jepang kepada Sekutu/NICA menimbulkan eforia di kalangan pejuang kemerdekaan di Aceh. Mereka mempersiapkan diri dengan berbagai senjata rampasan. Pemuda pejuang dikonsolidasi dan diberi latihan tempur siang dan malam.

Pada 31 Agustus 1945, di sekita Kota Bireuen dan Juli dibentuk pasukan khusus yang beranggotakan 500 pemuda. Mereka dipimpin oleh Teuku Machmud dan Ishak Ibrahim. Sejarawan Aceh, Teuku Alibasjah Talsya dalam buku Batu Karang di Tengah Lautan mengungkapkan, pasukan khusus di Bireuen itu diberi nama “Barisan Siap Sedia”.

Saat pembentukan pasukan mereka hanya memiliki senjata sembilan pucuk meriam kaliber besar dan kecil, beberapa senjata ringan, tiga senjata jenis brenkarir. Barisan ini juga diperkuat oleh 100 orang pasukan berkuda.

Baca Juga: Sejarah Sekutu/NICA Menguasai Sabang

Teuku Machmud dan Ishak Ibrahim melatih pasukan ini siang dan malam dalam berbagai medan dan iklim. Hasilnya, pasukan ini merupakan pasukan yang paling militan dalam setiap pertempuran. Seperti pada pertempuran di Geulanggang Labu, Geulumpang Dua, Krueng Panjoe.

Karena militansinya itulah pasukan “Barisan Siap Sedia” ini menjadi salah satu pasukan dari Aceh yang dikirim ke Medan, Sumatera Utara dalam perang Medan Area untuk menghalau Belanda agar tidak masuk ke Aceh pada agresi militer Belanda kedua ke Indonesia.

Karena melihat eforia rakyat Aceh dan militansinya, maka pemerintah Jepang di Aceh tidak bisa berbuat banyak. Kantor-kantor Jepang di Aceh tidak lagi berfungsi. Para petinggi Jepang hanya duduk-duduk dengan kalangannya sendiri, sementara pejuang Aceh terus berupaya merebut senjata-senjata milik Jepang sebelum dilucuti oleh tentara Sekutu yang sudah bercokol si Sumatera Utara dan Pulau Weh, Sabang.

Baca Juga:Mantan Gyugun Aceh Membentuk Angkatan Bersenjata

Di bagian timur Aceh juga dibentuk pasukan pelopor pejuang kemerdekaan. Secara  teratur mendapat latihan militer. Mereka bermarkas di Kewedanan Kuala Simpang dan disebarkan di beberapa pos strategis, sebagai persiapan untuk menghadapi kemungkinan masuknya tentara Belanda ke Aceh melalui Medan, setelah Jepang menyerah pada Sekutu.

Masih pada 31 Agustus 1945 di kantor redaksi surat kabar Atjeh Simbun. Pagi hari seperti biasa bekas pembesar Hodoka, H Nagamatsu  datang untuk mengawasi kegiatan di Atjeh Sinbun. Ketika ia masuk ke kantor itu, pertengkaran terjadi dengan pemuda Aceh yang bekerja di sana. Nagamatsu diminta untuk menyerahkan pistolnya.

Petinggi Jepang itu mencoba mempertahankan senjatanya, tapi ketika didesak secara keras, ia menangis dan menyerahkannya. Redaksi Atjeh Sinbun saat itu dikelola oleh Ali Hasjmy  sebagai Pemimpin Redaksi dengan beberapa orang redaktur seperti T Alibasyah Talsya, Azhari Aziz, Ghazali Yunus, dan Ramli.

Baca Juga: Kisah Sekutu Melucuti Jepang di Sabang

Esoknya, pada 1 September 1945 juga terjadi kegaduhan di Jalan Pintu Kecil (kemudian jadi Jalan Perdagangan) Kota Banda Aceh. Saat itu lewat sebuah sado yang ditumpangi T Abdullah Sani. Ia berpapasan dengan serdadu Jepang yang baru pulang dari Pasar Atjeh dengan sepeda. Sado yang ditumpangi T Abdullah Sani menyerempet sepeda tersebut, sehingga sepeda dan barang bawaan tentara Jepang itu jatuh berserakan.

Tentara Jepang bangkit dan mamarahinya. Sais sado yang masih memegang tali kekang dibentak berkali-kali. Tak terima dengan pelakuan seperti itu, T Abdullah Sani kemudian turun dari sado dan balik membentak tentara Jepang tersebut dengan bahasa Jepang. ”Watakusyi’wa Keimubutyo Indonesia – Saya Kepala Polisi Indonesia,” bentaknya dengan suara lantang. Dibentak seperti itu tentara Jepang ciut nyalinya, ia menunduk lalu memberi hormat, kemudian dengan tergesa-gesa meninggalkan tempat tersebut.

Dampak dari kekalahan Jepang itu pula, pada 2 September 1945, perusahaan dagang Jepang di Banda Aceh, Kaisha-kaisha mengobral barang dagangannya. Padahal sebelumnya barang-barang terutama sembako dan logistik lainnya sangat susah didapatkan, karena ditimbun di gudang-gudang oleh Jepang. Gudang-gudang penyimpanan itu kemudian juga dijarah oleh penduduk.[]

Baca Juga: Kisah Pemuda Revolusioner Membentuk IPI di Redaksi Atjeh Sinbun

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS