Kenduri besar digelar di halaman Masjid Raya Baiturrahman pada 27 Desember 1881, hari itu Gubernur Hindia Belanda, A Pruys Van Der Hoeven meresmikan Masjid Raya Baiturrahman baru pengganti masjid yang pernah dibakar Belanda.
Peresmian dilakukan dengan 13 kali tembakan meriam dan penyerahan kunci Masjid Raya Baiturrahman kepada T Kali Malikul Adil secara simbolis. Setelah itu pengurusan masjid diserahkan kepada Syeh Marhaban. Belanda menyadari kesalahannya membakar masjid kebanggaan rakyat Aceh tersebut, hingga berusaha membangun kembali untuk untuk merebut hati masyarakat Aceh.
Rancangan mesjid dibuat oleh arsitek Bruins dari Departement van Burgelijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum) di Batavia. Bruins bekerja sama dengan Opdizchter LP Luyks dan beberapa insinyur lainnya. Mereka dibantu oleh seorang Penghulu Besar Garut agar pola masjid yang akan dibangun tidak bertentangan dengan aturan-aturan Islam.
Baca Juga: Fatwa Jihad Ulama Aceh dan Hukuman Bagi yang Melanggarnya
Semua tahap pembangunan kembali Mesjid Raya Baiturrahman diabadikan oleh J Staal dalam buku De Missigit Raija in Atjeh. Buku ini diterbitkan oleh De Indiche Gids pada tahun 1882. Tentang pembangunan kembali Masjid Raya Baiturrahman juga ditulis J Kremeer dalam “De Groote Moskee te Koeta Radja” yang dimuat dalam Nederlandsch Indie Ouden Nieuw, tahun 1920.
Belanda berusaha membangun masjid raya untuk memberi kesan baik bagi orang Aceh, dan itu tidak mudah. Pembangunan Masjid Raya Baiturrahman saat itu sempat terkendala minimnya tenaga kerja. Orang Aceh tidak mau bekerja pada proyek Belanda tersebut, mereka lebih memilih jalan perang. Akhirnya Belanda memakai tenaga kerja dari Cina.
Tapi masalah lain kemudian muncul, para kontraktor (pemborong) di Jawa tidak bersedia ikut proyek itu karena perang di Aceh masih berkecamuk. Hanya satu kontraktor yang memasukkan penawaran, yakni Lie A Sie, seorang Letnan Cina di Aceh. Ia memperoleh borongan untuk membangun Masjid Raya Baiturrahman dengan anggaran f.203.000.
Baca Juga: Kisah Dewan Pertahanan Daerah Aceh Hadapi Agresi Belanda
Dengan uang sebesar itu, ia mengimpor bahan-bahan bangunan dari luar negeri. Kapur didatangkan dari Pulau Pinang, Batu bata dari Belanda, batu pualam untuk tangga dan lantai dari Tiongkok (Cina), besi untuk jendela dari Belgia, kayu dari Moulmein (Birma). Hanya kerangka besi yang berasal dari Surabaya.
Peletakan batu pertama pembangunan Masjid Raya Baiturrahman dilakukan di hadapan Jenderan Van Der Heyden. Sementara serah terima mesjid dilakukan pada 27 Desember 1881 dengan perhelatan sebuah kenduri besar.
Kunci Masjid Raya Baiturrahman yang baru itu diserahkan kepada T Kali Malikul Adil oleh Gubernur A Pruys van Der Hoeven yang diiringi dengan 13 kali tembakan meriam. Sementara pengurusan mesjid diserahkan kepada Teungku Syeh Marhaban ulama besar dari Pidie.[]
Baca Juga: Pemerintah Berikan Abolisi Terhadap Pelaku Perang Cumbok