25.5 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

22 Januari Hari Kepergian Panglima Abdullah Syafi’ie

BANDA ACEH | ACEH INFO“…Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT, agar menasyhidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apa pun apabila negeri ini (Aceh) merdeka!”

Kalimat tersebut merupakan pernyataan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Tgk Abdullah Syafiie sebelum dirinya meninggal dunia akibat perang pada 22 Januari 2002, tepat hari ini, berselang 20 tahun yang lalu. Teungku Lah, demikian sapaan akrabnya, meninggal dunia lantaran tertembak peluru dalam pertempuran antara TNI dengan GAM di sebuah rumah kosong.

Baku tembak itu terjadi di kawasan hutan Desa Jiem Jiem Kecamatan Bandar Dua, Pidie, yang dikenal sebagai markas Teungku Lah saat itu. Panglima Abdullah Syafiie gugur tidak sendiri, bersamanya ikut meninggal dunia sang istri Cut Fatimah dan dua pengawal setianya.

Konon katanya Teungku Lah yang seharusnya selamat dalam pertempuran itu kembali ke lokasi baku tembak, setelah mendengar istrinya terkena timah panas bersama beberapa pengawal setianya. Kepergian Teungku Lah menjadi pukulan besar bagi pasukan GAM saat itu. Hal ini disebabkan sosok pria tersebut merupakan panglima yang menjadi panutan bagi kombatan.

Sosok Teungku Lah tak hanya disegani oleh bawahannya. Dia pun mendapat penghormatan besar dari kalangan TNI karena tidak suka menempuh jalan kekerasan dalam menyelesaikan sebuah masalah. Sosoknya juga dikenal ramah dan santun. Hal tersebut diakui oleh beberapa orang yang pernah bertemu dengannya.

Taufik Mubarak, misalnya. Salah satu aktivis di masa Referendum Aceh tersebut mengaku pernah bertemu Teungku Lah di sebuah kampung di Glumpang Baro, Pidie. “Dia sangat ramah. Saya disapanya ‘Aneuk Muda’. Selama tiga jam lebih saya duduk dan berbicara dengannya. Kebetulan Teungku Lah sedang beristirahat di kampung saya waktu itu. Rasa kagum saya pada sosok yang sangat dicintai pasukannya itu setelah beliau berceramah di masjid kampung saya,” tulis Taufik Mubarak dalam blog pribadinya.

Taufik juga merunut sepintas profil Teungku Lah, yang menyebutkan pria panutan GAM tersebut lahir di Gampong Matanggeulumpang Dua, Bireuen. Dia hanya sempat bersekolah hingga kelas tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Keluar dari sana, menurut Taufik, Teungku Lah memilih belajar agama di sejumlah pesantren di Aceh.

Karir GAM Teungku Lah juga disebutkan dimulai pada awal 1980, meskipun selentingan kabar menyebutkan pria tersebut telah bergabung dengan GAM sehari sebelum Hasan Tiro memproklamirkan Acheh Sumatera National Liberation Front (ASNLF) di Gunung Halimon.

Teungku Lah tidak mendapatkan pendidikan militer di Libya selayaknya Muzakkir Manaf (Mualem), Arjuna atau Ahmad Kandang. Dia murni kombatan produk dalam negeri yang ikut latihan militer di belantara Aceh.

Semasa muda, Teungku Lah aktif di dunia teater Grup Jeumpa. Latar belakangnya di dunia teater tersebut ikut membantunya dalam perang gerilya dan penyamaran. Belakangan kepiawaiannya dalam kamuflase tersebut membuat Teungku Lah dipercaya memiliki ilmu kesaktian peurabon, sehingga musuh susah untuk menangkapnya.

Teungku Abdullah Syafiie yang tewas dalam perang di Jiem-jiem, belakangan dimakamkan di Gampong Meunasah Blang Sukon, Kemukiman Cubo, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya. Lokasi pusaranya berjarak sekitar tujuh kilometer arah selatan Jalan Nasional Banda Aceh-Medan.

Di kompleks yang diapit areal persawahan itu, juga terdapat makam Teungku Muhammad yang merupakan pengawal setia Teungku Abdullah Syafiie. Di lokasi yang sama juga ada makam penasehat Teungku Lah, M Daud dan makam istri Teungku Lah, Ummi Fatimah.[]

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS