27.9 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

21 November 1600 : Paulus Van Caerden Membuat Perjanjian Dagang Aceh

Pada 21 November 1600 Paulus Van Caerden mendarat di Aceh. Paulus van Caerden, teman sepelayaran dengan Pieter Both memerintahkan kembali dua buah kapal dari Brabantsche Compagnie  untuk merintis hubungan dagang dengan Aceh.

Paulus van Caerden berhasil membuat suatu perjanjian dagang dengan Aceh, tapi karena saat itu Aceh masih terus dihasut oleh Portugis untuk tidak bekerja sama deangan Belanda. Muatan rempah-rempah dibongkar kembali dari kapal Belanda, mereka pun kembali ke Belanda tanpa hasil apa-apa.

Kedatang misi dagang kedua Belanda ini juga membawa petaka dan dinilai tidak bersahabat oleh Kerjaan Aceh, sehingga orang-orang Belanda itu diserang dan ditawan oleh Keumalahayati.

Baca Juga: TKR Bireuen Lucuti Senjata Jepang

Tentang peristiwa itu ditulis Wap (1862) dalam buku “Het Gezantschap van de Sultan van Achin A”  dan F Valentijn (1862) dalam buku “Oud en Nieuw Oos Indie I”. Keduanya mengungkapkan, sebelum memasuki perairan Aceh, kedua kapal Belanda itu melakukan tindakan yang ceroboh, yakni menenggelamkan sebuah kapal dagang Aceh setelah terlebih dahulu memindahkan segala muatan lada dari kapal itu ke dalam kapal-kapal mereka dan kemudian pergi begitu saja meninggalkan Pantai Aceh. Hal itu membuat Sulthan Aceh berang.

Setelah peristiwa itu datang lagi rombongan kapal Belanda ke Aceh dibawah pimpinan Laksamana Jacob van Neck. Mereka tidak mengetahui apa yang telah dilakukan van Carden sebelumnya. Ketika merapat di pelabuhan Kerajaan Aceh pada 31 Juni 1601, mereka memperkenalkan diri sebagai orang dari Bangsa Belanda dan datang ke Aceh untuk berdagang dan membeli lada.

Baca Juga: Poh An Tui dan Sentimen Anti Tionghoa di Aceh

Begitu mengetahui bahwa rombongan itu adalah rombongan Belanda, Laksamana Keumalahayati langsung memerintahkan pasukannya untuk menahan mereka dan memperlakukannya secara tidak baik. Laksamana Keumalahayati menjelaskan kepada mereka bahwa dua buah kapal Belanda yang datang sebelumnya telah menenggelamkan sebuah kapal milik Aceh dan membawa sejumlah lada tanpa bayaran, karena itu sebagai ganti rugi, Sulthan Aceh memerintahkan untuk menawan setiap kapal Belanda yang datang ke Aceh. Tentang peristiwa itu juga ditulis Julius Jacobs dalam “Het Familie en Kampoengleven op Groot Atjeh” terbitan Leiden, 1894.

Baca Juga: Kisah Teungku Chik Abdul Jalil Melawan Jepang

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS