Pada 21 Juni 1599 dua kapal Belanda de Leeuw dan de Leeuwin berlabuh di pelabuhan ibu kota kerajaan Aceh. Kedua kapal tersebut masing-masing dipimpin oleh dua bersaudara, yaitu Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman.
PA Tiele dalam buku “Frederick de Houtman te Atjeh” terbitan De Indische Gids 1881 mengungkapkan, pada mulanya kedua kapal itu mendapat sambutan baik dari pihak Aceh karena diharapkan akan dapat membangunan perdagangan yang baik dengan harga yang baik dari rempah-rempah dan hasil alam lainnya di kerajaan Aceh, khususnya perdagangan lada.
Namun dalam perkembangannya, akibat hasutan oleh seorang berkebangsaan Portugis yang sudah lebih dulu dekat dengan pihak Kerajaan Aceh, sehingga dijadikan penerjemah sulthan, mereka jadi tidak disenangi oleh sultan. Pihak Aceh kemudian melakukan penyerangan terhadap mereka. Yang menjadi pimpinan penyerangan itu tak lain adalah Laksamana Keumalahayati. Dalam penyerangan itu, Cornelis de Houtman dan beberapa anak buahnya terbunuh, sementara Frederick de Houtman ditawan dan dijebloskan ke dalam tahanan Kerajaan Aceh.
Frederick de Houtman mendekam dalam penjara kerajaan Aceh selama dua tahun. Dalam masa itu ia berhasil menyusun sebuah karya ilmiah berupa kamus Melayu – Belanda yang merupakan kamus Melayu – Belanda pertama dan tertua di dunia.[]
Baca Juga: Kisah Soekarno Ngambek di Aceh Minta Dibelikan Pesawat