24.9 C
Banda Aceh
spot_img

TERKINI

19 Januari 1949 : Maklumat Penghapusan Pemerintah Otonomi Keresidenan Aceh

Pada 19 Januari 1949, Gubernur Sumatera Utara, MR SM Amin mempermaklukan, bahwa sebagai langkah berangsur-angsur mewujudkan bestuur hervorning berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1948 terhadap daerah Sumatera Utara, maka terhitung tanggal 30 Desember 1948 Pemerintah Otonomi Keresidenan Aceh dihapus.

Dampak bagi Aceh dari penghapusan itu mengakibatkan tiadanya lagi daerah otonomi, tiada lagi Dewan Perwakilan Rakyat (eksekutif dan legislatif), tiada lagi kepala daerah (Residen) dan kantor Keresidenan Aceh. Gubernur Sumatera Utara melalui maklumat No.1-GSO-1949 tersebut diberitahukan bahwa sejak saat itu semua surat-surat, kawat, dan kabar telepon dialamatakan kepada Gubernur Sumatera Utara di Banda Aceh.

Pada 27 Januari 1949, Gubernur Sumatera Utara di Banda Aceh meminta kepada para kepala jawatan di Aceh, mulai dari Kepala Jawatan Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Kepala Jawatan Penerangan, Kepala Jawatan Kehewanan, Kepala Jawatan Sosial, Kepala Jawatan Pekerjaan Umum, Kepala Jawatan Kesehatan, Kepala Jawatan Pertanian dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara di Banda Aceh, agar menyusun data-data perkembangan yang telah dicapai dalam berbagai program kegiatan.

Baca Juga: Kapendam Bukit Barisan Tantang Abdullah Syafii

Permintaan itu dilakukan Gubernur MR SM Amin melalui surat No.1034/35/GSO/49. Hasil dari berbagai data perkembangan pemerintahan Provinsi Sumatera Utara di Banda Aceh itu kemudian dikirim dari Kantor Gubernur Sumatera Utara di Banda Aceh kepada wakil-wakil Republik Indonesia di luar ngeri. Salah satunya kepada Menteri Luar Negeri Pemerintah Darurat Republik Indonesia, LN Palar yang berada di India mengikuti Konferensi Asia.

Pada hari yang sama, 27 Januari 1949, Gubernur Sumatera Utara mengeluarkan peraturan No.5-GSO-OE-49 tentang pembentukan kabupaten-kabupaten di Aceh. Menurut peraturan itu Aceh dibagi dalam delapan kabupaten.

Kedelapan kabupaten tersebut adalah Kabupaten Aceh Besar kecuali daerah kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan ibu kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie dengan ibu kota Sigli, Kaupaten Aceh Utara dengan ibu kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur dengan ibu kota Langsa, Kabupaten Langkat dengan ibu kota Pangkalan Brandan (saat itu Langkat dan Tanah Karo masih menjadi wilayah Aceh), Kabupaten Aceh Tengah dengan ibu kota Takengon, Kabupaten Aceh Barat dengan ibu kota Melaboh, Kabupaten Aceh Selatan dengan ibu kota Tapaktuan.

Baca Juga: Tragedi Jambo Kupok Pelanggaran HAM Berat di Aceh yang Diakui Pemerintah

Dalam sistem pemerintahan saat itu, pemerintah kabupaten dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dan Badan Eksekutif Kabupaten (BEK). Anggota-anggota DPRK adalah angota DPRK lama yang telah dibentuk  atas dasar peraturan Keresidenan Aceh No.3 tanggal 10 Desember 1946. DPRK dan BEK diketuai oleh bupati selaku kepala daerah. BEK terdiri dari empat anggota DPRK yang dipilih dari dan oleh anggota DPRK.

Pada saat berlakunya peraturan ini, daerah-daerah kabupaten yang sebelumnya dibentuk berdasarkan Peraturan Keresidenan Aceh No.3 tanggal 10 Desember 1946,  serta DPRK dengan badan pekerjanya, dengan sendirinya dinyatakan bubar. []

spot_img

Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img

INDEKS