Pada 16 September 1945, tersiar kabar bahwa tentara Koumintang Cina yang mewakili Sekutu akan mendarat di Ulee Lheu, Banda Aceh. Cina dinyatakan tidak mendukung Indonesia merdeka. Para pengusaha dan perantau Cina akan menggunakan pengaruh Sekutu untuk melawan pejuang kemerdekaan.
Berita itu ternyata hanya provokasi Belanda untuk melihat reaksi rakyat Aceh. Ribuan pemuda pejuang kemerdekaan memadati garis pantai Uleelheu lengkap. Mereka bersiap menghadapi kemungkinan masuknya tentara Cina ke Aceh. Tapi, melihat gelagat seperti itu, Belanda dan Sekutu mengurungkan niatnya menyerang Aceh.
Pemerintah Cina juga merasa dirugikan atas provokasi Belanda mengatasnamakan tentara Cina tersebut. Untuk menghindari sentimen anti Cina di Aceh, perwakilan Cina di Medan mengirim surat khusus ke Aceh. Isinya menegaskan tiga hal.
Baca Juga: Kempes dan Tragedi Pembantaian di Kuta Reh
Pertama, Cina (Tiongkok) adalah suatu negara yang mencintai perdamaian, tidak ada maksud untuk menjajah Indonesia, ataupun mencampuri urusan politik Indonesia.
Kedua, Pemerintah Tiongkok berdasar atas hak menentukan nasib bangsa sendiri (the right on self determination), maka bersetujui (bersimpati) dengan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Ketiga, Perantau Tionghoa diharapkan kelak akan membantu pergerakan pembinaan negeri Indonesia dalam bidang ekonomi.
Surat tersebut diakhiri dengan kalimat, perantau Tionghoa atas dasar hak menentukan nasib bangsa sendiri, menyokong pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Mereka juga menyatakan sangat risau dengan isu pendaratan tentara Cina di Uleelheu, Banda Aceh tersebut.[]
Baca Juga: Kisah Remaja Aceh Membunuh Controleur Belanda