Pada 14 Desember 2000 Henry Dunant Centre (HDC) memfasilitasi perwakilan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia (RI) untuk membahas efektifitas jeda kemanusiaan yang dilaksanakan kedau pihak.
Momen itu dilakukan dalam acara buka buasa bersama. Pihak GAM dipimpin oleh Zulfani Bin Muhammad Rani, sementara pihak RI dipimpin oleh Senior Superintenden Drs Ridhwan Karim. Momen buka puasa bareng ini digunakan untuk membahas tantangan yang dihadapi dalam mengupayakan efektifitas kesepahaman bersama jeda kemanusiaan di lapangan.
Topik pembicaraan dimulai dari implementasi jeda kemanusiaan yang enam bulan sebelumnya, yakni pada 1 Juni 2000 sudah disepakati oleh petinggi kedua belah pihak dalam Forum Bersama (Joint Forum) di Bavios, Swiss. Komite-komite dan tim monitoring jeda kemanusiaan telah berupaya untuk mengurangi ketegangan dan penderitaan yang diderita masyarakat akibat konflik.
Baca Juga: Kisah Bentrokan Pasukan Cumbok dan TKR di Sigli
Dalam menjalankan tugasnya, kedua belah pihak mengakui mendapati berbagai tantangan dalam usaha menjalankan kesepahaman dari jeda kemanusiaan secara efektif. Meski demikian, dalam moment buka puasa bersama itu kedua belah pihak saling membahas solusi yang harus diambil untuk menghilangkan berbagai tantangan tersebut.
Melalui acara buka puasa bersama itu kedua pihak akan semakin serius mendiskusikan cara-cara yang efektif untuk meningkatkan kesepahaman, serta meyakinkan semua pihak bahwa para pihak yang bertikai akan segera memulai dialog politik untuk mencari jalan keluar dari kemelut yang sedang berlangsung.
Momentum bulan Ramadhan juga dimanfaatkan kedua pihak untuk melihat sisi positif yang telah dicapai oleh jeda kemanusiaan. Sisi positif itu berupa para pihak telah mampu melampaui krisis rasa saling tidka percaya dan akan terus berusaha untuk menguatkan rasa saling percaya sesama dalam mencapai solusi akhir yang damai, sekaligus mengakhiri segala bentuk kekerasan.
Baca Juga: Poh An Tui dan Sentimen Anti Tionghoa di Aceh
Pada kesempatan itu kedua belah pihak juga membahas apa saja yang sudah dilakukan selama enam bulan jeda kemanusian. Point-point penting yang menjadi topik bahasan antara lain tentang kinerja Komite Bersama Modalitas Keamanan (KBMK) mempersiapkan aturan dasar dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan jeda kemanusiaan. Aturan dasar itu diperlukan untuk menjamin agar kedua belah pihak tidak melakukan kegiatan militer yang ofensif, serta mengatur fungsi normal polisi dalam penegakan hukum.
Pembahasan lainnya adalah tentang kinerja KBMK dalam penyediaan bantuan untuk kebutuhan pokok, mobilisasi sumber daya untuk kepentingan masyarakat, mengatur pendistribusian bantuan kemanusiaan dan menjamin kesempatan bagi rakyat Aceh untuk memperoleh kebutuhan mereka, termasuk pencairan dana dari pemerintah Indonesia dan bantuan dari pihak internasional seperti pemerintah Norwegia senilai US$ 426.000.
Baca Juga: Sejarah Sekolah Kepolisian Aceh
Selain itu, usai jamuan buka puasa bersama tersebut, kedua pihak juga mendiskusikan tentang kinerja Tim Monitoring Masalah Keamanan (TMMK) dan Tim Monitoring Aksi Kemanusiaan (TMAK) di lapangan yang bekerja sama untuk menilai dan mengimplementasikan modalitas keamanan dari jeda kemanusiaan, serta investigasi yang dilakukan terhadap kesalahan-kesalahan yang dibuat.
Selama enam bulan implementasi jeda kemanusiaan, komite dan tim monitoring telah menciptakan hubungan yang positif dan konstruktif. Dalam masa itu kedua pihak telah mencapai banyak kemajuan terutama dalam beberapa hal yang krusial, seperti penghentian arus pengungsi yang menjadi salah satu alasan utama pelaksanaan jeda kemanusiaan.
Sejak jeda kemanusiaan dimulai, komite dan tim monitoring telah berperan aktif membantu memulangkan ribuan pengungsi di seluruh Aceh. Komite juga ikut membantu mengidentifikasi dan mengalokasi bantuan bagi pemulangan para pengungsi.
Baca Juga: Kisah Teungku Chik Abdul Jalil Melawan Jepang
Sejak berlakunya jeda kemanusiaan terdapat puluhan ribu jumlah pengungsi, angka ini merupakan jumlah yang cukup rendah bila dibandingkan dengan jumlah pengungsi sebelum masa jeda kemanusiaan diberlakukan. Meski demikian, jumlah tersebut dinilai masih sangat banyak. Pada dialog usai buka puasa bersama itu kedua pihak komit akan terus berusaha memulangkan para pengungsi tersebut ke daerah asalnya sebelum berakhirnya bulan Ramadhan.
Kedua pihak juga sepakat untuk mengurangi berbagai masalah yang potensial menjadi konflik. Pihak RI dan GAM sepakat akan mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk memastikan agar tidak terjadi lagi insiden-insiden yang bisa memicu konflik antar kedua pihak.
Kedua pihak juga sepakat untuk memperkuat kembali komitmen terhadap jeda kemanusiaan dengan menahan diri dari berbagai bentuk provokasi ataupun penyerangan agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat yang sedang menjalani puasa. Para pihak juga sepakat memulai dialog politik dalam suasana yang kondusif.[]
Baca Juga: Kisah Cut Nyak Dhien Diasingkan ke Sumedang