Pada 1 November 1947, Residen Aceh melakukan peningkatan kualitas kepolisian. Para polisi yang dibentuk saat perjuangan melawan Jepang dididik kembali. Sekolah kepolisian untuk merekrut polisi-polisi baru dibuka.
Mereka yang ikut pendidikan ini mulai dari polisi tingkat menengah, yaitu mulai dari pangkat inspektur polisi kelas I dan kelas II, serta para komandan polisi dididik di bagian B. Sementara polisi-polisi dengan pangkat di bawahnya dididik pada bagian A. Mereka dibekali dengan ilmu kepolisian, kehakiman, pengetahuan umum dan pengetahuan agama.
Ada 15 mata pelajaran yang diajarkan pada pendidikan bagian A. Pelajaran-pelajaran tersebut meliputi: hukum pidana, berita acara (proses verbal), peraturan kewajiban kepolisian, tindakan di tempat kejadian perkara, polisi, gerak badan, pengetahuan tentang senjata api, baris-berbaris, peraturan lalulintas, undang-undang dan peraturan-peraturan negara, siasat dan politik, semangat kebangsaan, agama, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan ilmu bumi (geografi).
Baca Juga: Operasi Mosselman dan Kisah Syahidnya Cut Meutia
Pelajar-pelajaran tersebut juga diajarkan pada bagian B. Tapi di jenjang pendidikan bagian B diambah lagi dengan tiga pelajaran khusus, yakni: ilmu garis jari (sidik jari), ilmu tata negara, dan kemampuan berbahasa Inggris.
Pada waktu pembukaan Sekolah Kepolisian Aceh, siswa angkatan pertama diterima 52 orang untuk bagian A. Mereka terdiri dari polisi agen (penyidik) dan para komandan polisi. Sementara untuk bagian B diterima 30 siswa, terdiri dari pembantu inspektur polisi kelas I dan kelas II, ditambah beberapa orang komandan polisi.
Angkatan pertama ini lulus dan diwisuda pada 17 Februari 1948 di asrama polisi Aceh di Peuniti, Kota Banda Aceh, kini telah jadi Kantor Polisi Militer Kodam Iskandar Muda. Diantara 52 orang lulusan bagian A, lulusan terbaik diberikan ijazah istimewa.
Baca Juga: Habib Abdurrahman Menyerah Kepada Belanda
Wisuda dan penyerahan ijazah kepada para lulusan dilakukan oleh Kepala Kepolisian Residen Aceh, Muhammad Insja. Dua orang lulusan terbaik adalah Nyak Ali Zoebayd dan Beri Simbolon. 39 orang lulusan biasa, dan 10 orang lulus dengan hanya mendapat surat keterangan saja.
Upacara wisuda juga dihadiri oleh Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo Jendral Mayor Tituler Tgk Muhammad Daod Beureu’eh, Gubernur Muda Sumatera Utara MR SM Amin, Residen Aceh TT Muhammad Daodsyah, Residen Inspektur Aceh Tuanku Mahmud, serta para pejabat kepolisian Aceh.
Residen Aceh TT Muhammad Daodsyah dalam sambutannya saat upacara wisuda menjelaskan, seorang polisi tidak hanya dapat membanggakan keahliannya saja, tapi juga harus mengutamakan kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas-tugas dan pekerjaannya. Polisi bukan alat atau perkakas untuk mencari-cari kesalahan, tapi harus bersikap jujur dan adil. Hal yang sama juga disampaikan Gubernur Muda Sumatera Utara, MR SM Amin. Ia berpesan agar apa bila seorang polisi menjalankan suatu instruksi, hendaklah memakai juga pikirannya.
Baca Juga: Show of Force Aceh Melawan Jepang
Sementara Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo, Jendral Mayor Tituler Muhammad Daod Beureueh menekankan bahwa polisi merupakan alat pemerintah, jika dalam melaksanakan kewajiban tidak dapat menyesuaikannya dengan pengetahuan yang telah diperoleh selama mengikuti pendidikan, agar menggunakan pikiran yang jernih dan sikap yang lemah lembut.
Selanjutnya Kepala Polisi Residen Aceh, Muhammad Insja dalam sambutannya mengatakan, polisi Aceh bukan lagi polisi tanah jajahan seperti pada masa pendudukan Jepang, tapi telah menjadi polisi Republik Indonesia yang merdeka, yang berkewajiban menarik mereka yang sebelumnya tertinggal ke dalam perjuangan kemerdekaan dan cinta tanah air.
Baca Juga: Kisah Pemuda Aceh Menyiapkan Mobil RI 1
Pada 1 September 1948 kemudian dibuka lagi pendidikan untuk angkatan kedua. Upacara pembukaan dipimpin oleh Inspektur Polisi Abu Thamam selaku Direktur Sekolah Polisi Residen Aceh. Saat pembukaan pendidikan polisi angkata dua tersebut, Kepala Polisi Residen Aceh, Muhammad Insja kembali menegaskan dalam pidatonya bahwa, pendidikan bagi polisi dilakukan untuk menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa polisi di Keresidenan Aceh.
Lebih jelas tentang pembukaan Sekolah Kepolisian Daerah Residen Aceh bisa dibaca dalam buku Modal Perjuangan Kemerdekaan, terbitan Lembaga Sejarah Aceh tahun 1990. Buku ditulis oleh pelaku sejarah perjuangan kemerdekaan di Aceh, Teuku Alibasjah Talsya.[]